PII NTB
News Update
Loading...

SELAMAT DATANG DI WEBSITE PELAJAR ISLAM NTB

" MUSLIM CENDEKIAN DAN PEMIMPIN "

ARTIKEL TERBARU

Minggu, 23 Juni 2024

Pembukaan LBT PII Dompu, Ketua Umum PW PII NTB Berpesan untuk Luruskan Niat



Pembukaan LBT Dompu, Ahad (23/6/2024)


Ketua Umum Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia (PW-PII) Provinsi Nusa Tenggara Barat, mengharapkan pelaksanaan Leadership Basic Training (LBT) yang merupakan pelatihan dasar kepemimpinan kali ini mampu melahirkan generasi umat yang memiliki kepribadian muslim, cendekia, dan pemimpin. 

Menyampaikan harapan itu PW-PII Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Ari Septiawan di Dompu melalui sambutannya, Ahad (23/6/2024).

Harapan itu mengiringi jalannya pembukaan LBT PII Kabupaten Dompu di SMAN 1 Dompu yang nantinya akan dilangsungkan selama sepekan, dari tanggal 23 sampai 29 Juni 2024.

"PII merupakan organisasi yang memiliki peran penting sebagai upaya untuk membentuk pelajar yang berkepribadian muslim, cendekia, pemimpin. Oleh karena itu, harapan peserta LBT kali ini dapat menjadi regenerasi pemimpin untuk PII dan ummat", ujar Ketua Umum PW PII NTB yang juga akan menjadi tim pada training kali ini. 

Ia juga berpesan terlebih kepada peserta untuk meluruskan niat agar pasca Training dapat mengimplementasikan ilmu-ilmu yang didapat dalam kehidupan sehari-hari dan di masyarakat.

LBT PII yang akan berlangsung selama sepekan ini mengusung tema, " Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Intelektual menuju PII Dompu yang MASHUR (Mandiri, Adil, Sejahtera, dan Religius)".

Sedangkan peserta yang berjumlah 34 orang terdiri dari pelajar SMP/sederajat hingga SMA/sederajat yang ada di Kabupaten Dompu. 

Senin, 02 Agustus 2021

E-Buletin Sasambo Edisi Hari Lahir PII Wati ke-57

E-Buletin Sasambo Edisi Hari Lahir PII Wati ke-57






Daftar E-Buletin Sasambo PII NTB lainnya:

  • E-Buletin Sasambo PII NTB Edisi Spesial Pekan Training [Klik Disini]

  • E-Buletin Sahabat Sasambo Edisi 3 Juli: Mempersiapkan Pelajar Untuk Kembali ke Sekolah [Klik Disini]
  • E-Buletin Sahabat Sasambo Edisi 2 Juni: Warna-warni Belajar Daring Selama Masa Pandemi [Klik Disini]

  • E-Buletin Sahabat Sasambo Edisi Mei 2020 - Akhiri Ramdhan Tanpa Penyesalan [Klik Disini]

Sabtu, 19 Juni 2021

E-Buletin Sasambo PII NTB Edisi Training Juni 2021





Daftar E-Buletin Sasambo PII NTB lainnya:

  • E-Buletin Sasambo PII NTB Edisi Spesial Pekan Training [Klik Disini]

  • E-Buletin Sahabat Sasambo Edisi 3 Juli: Mempersiapkan Pelajar Untuk Kembali ke Sekolah [Klik Disini]
  • E-Buletin Sahabat Sasambo Edisi 2 Juni: Warna-warni Belajar Daring Selama Masa Pandemi [Klik Disini]

  • E-Buletin Sahabat Sasambo Edisi Mei 2020 - Akhiri Ramdhan Tanpa Penyesalan [Klik Disini]

Rabu, 19 Mei 2021

Galang Dana Untuk Palestina: Senin, 17 Mei 2021


[Galang Dana Untuk Palestina]
Pada hari Senin, 17 Mei 2021
------------------------------------------------

Hingga detik ini teroris zionis tanpa henti terus melancarkan serangan brutalnya kepada Palestina. Jumlah korban jiwa hingga kini telah mencapai 192 jiwa, diantaranya 58 anak-anak dan 34 perempuan, serta 1200 mengalami luka dan cedera akibat serangan di Jalur Gaza, hingga saat ini korban diperkirakan akan terus bertambah. 

Ada tiga kebutuhan yang sangat utama yang dibutuhkan saudara-saudara kita di Palestina. Pertama kebutuhan akan obat-obatan. Kedua kebutuhan akan makanan. Dan yang ketiga kebutuhan akan tempat untuk tinggal. 

Nyatanya kemudahan teknologi dalam melakukan transaksi keuangan, metode transfer bank ternyata tidak semua masyarakat NTB mengerti cara menggunakannya. Sehingga niat baik untuk membantu saudara-saudara kita di Palestina terkendala. 

Oleh karena itu, Pelajar Islam Indonesia (PII) Nusa Tenggara Barat memilih untuk turun ke jalan lantaran ingin memfasilitasi seluruh masyarakat NTB yang kesulitan untuk memberikan donasi untuk saudara kita di Palestina. 

Total hasil galang dana yang kami lakukan pada hari Senin, 17 Mei 2021 pada sore hari di perempat Monjok Kota Mataram diperoleh sebesar Rp. 2.385.000. Donasi ini juga sudah kami saluran kan melalui lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang selanjutnya akan di salurkan langsung ke saudara-saudara kita di Palestina. 

Jazakumullah khair kepada seluruh masyarakat NTB, semoga Allah memberikan atas apa yang telah kita keluarkan untuk menolong saudara-saudara kita. Aamiin

Bergerak Berjamaah, Untuk Umat! 

#savepalestine #freepalestina #freedomforpalestine #pii #piintb #pelajarislamntb #pelajar #jamaah #ukhuwahislamiyah

Kamis, 13 Mei 2021

Makna Ramdhan: Perisai Umat Islam untuk Kemuliaan Kaum Muslim

 


Tak terasa Ramadan sebentar lagi akan berakhir. Walaupun masih dalam keadaan pandemi tetapi sama sekali tak mengurangi semangat masyarakat untuk memeriahkan bulan yang suci ini. Seperti halnya masjid-masjid lebih ramai dari biasanya, banyak acara-acara seru yang diadakan oleh para milenial dalam rangka menyambut bulan Ramadan, masjid-masjid ramai dipenuhi orang yang beri’tikaf, jalanan dipenuhi orang-orang yang berjualan takjil, acara-acara di TV dipenuhi dengan acara yang berbau Islami dan lain sebagainya. Kaum muslimin pun begitu bersemangat menghidupkan rumah-rumahnya dengan Al-Qur’an, hingga suasana pun terasa begitu hangat.

Sayangnya suasana ini hanya ada ketika bulan Ramadan tiba, dan akan berakhir ketika bulan Ramadan pergi, dan sudahkah kita berfikir kenapa dari Ramadan yang satu ke Ramadan berikutnya tidak membuat masyarakat lebih dekat dengan syari’at? Malah menjadikan masyarakat semakin jauh dengan nilai-nilai Al-Qur’an, hingga akhirnya kian jauh dari keberkahan. Ketidaksinkronan antara tujuan dan kehidupan umat ini akan terus berlangsung hingga kepemimpinan itu kembali ketengah-tengah umat.

Di bidang sosial, masyarakat kian tidak jelas warnanya. Mayoritas keluarga muslim tak lagi bisa jadi benteng penjaga. Begitu pun dengan lembaga pendidikan dan sekolah, tak lagi mampu menjadi wasilah melahirkan generasi pemimpin yang berperadaban mulia.

Apa yang tampak dari masyarakat muslim kita, yang Ramadan demi Ramadan selalu disambut dengan sukacita? Ternyata, kerusakan moral terjadi di mana-mana, perzinahan sudah terang-terangan dilakukan, pembunuhan terjadi dimana-mana. Mayoritas generasi kehilangan adab dan ringkih dalam beragama. Ajaran Islam banyak yang mereka lupa, begitu pun dengan sejarahnya.

Mereka terjebak dalam sebuah life style yang serba liberal dan permisif.  Menempatkan agama sebagai aksesori semata. Sementara pemikiran “sepilis” (sekularisme, pluralisme, dan liberalisme) seolah menjadi agama.

Diakui atau tidak, itulah fakta sebenarnya. Umat memang sudah lama kehilangan jati dirinya sebagai umat yang tinggi dan mulia. Bahkan, umat sudah tak layak lagi menyandang gelar yang disematkan oleh Rabb mereka. Yakni sebagai Khairu Ummah yang diamanahi Allah sebagai penebar rahmat Islam sebagaimana generasi-generasi sebelumnya.

Penyematan Khairu Ummah itu seolah-olah berbanding terbalik dengan keadaan saat ini, yang dimana umat sangat terpuruk, pornografi bertebaran dimana-mana yang bisa merusak pemikiran generasi muda, kaum muslimin dijajah semakin kejam, Suriah, Uygur, Palestina Dalit, dan Rohingya masih terus dijajah. Dan kemarin juga pada hari Jum’at 7/05/2021 Polisi Israel bentrok dengan warga Palestina yang bermula dari Polisi Israel membubarkan warga Palestina yang tengah melaksanakan Ibadah Tarawih di Masjid Al Aqsa. Sumber Kompas.com

Lalu kita yang disini sebagai saudara se-Aqidah? Padahal Rasul Saw mengajarkan, di mana pun mereka, kaum muslim adalah satu tubuh yang mana jika tangan terluka mata menangis artinya kita sebagai kaum muslimin dimanapun berada wajib saling membela dan mencinta. Namun saat ini kita hanya bisa menangis, dan mengirimi mereka doa-doa, kita tidak bisa ikut andil dalam menjaga Al-Aqsa.

Lantas apa yang salah, hingga Ramadan yang satu ke Ramadan berikutnya tak lagi mampu memperbaiki keadaan umat seperti yang semestinya? Tidak bisa mempersatukan umat seperti dahulu kala? Apalagi mengantarkan umat kepada kemenangan hakiki tersebab diraihnya derajat takwa?

Lemahnya pemahaman masyarakat terhadap ajaran Islam kaffah ditengarai menjadi salah satu faktor penyebabnya. Islam selama ini hanya dipahami sebatas agama ritual saja. Wajar jika ajaran Islam tak mampu berpengaruh dalam perilaku keseharian, baik dalam konteks individu, keluarga, maupun dalam interaksi masyarakat dan kenegaraan.

Bahkan, ajaran Islam nyaris kehilangan power-nya. Tak mampu menjadi penuntun dan pembeda antara hak dan kebatilan. Hingga tak sedikit individu muslim yang mengalami disorientasi hidup, mudah menyerah pada keadaan bahkan terjerumus dalam kemaksiatan.

Sementara dalam konteks keluarga, tak sedikit yang mengalami disharmoni bahkan disfungsi akut akibat impitan ekonomi dan gempuran budaya yang mengacaukan pola relasi di antara anggotanya. Wajar jika keluarga pun tak bisa lagi diharapkan menjadi benteng perlindungan dan tempat kembali yang paling diidamkan.

Kondisi ini diperparah dengan penerapan sistem sekuler yang menolak peran agama dalam pengaturan kehidupan, di mana negara justru menjadi pilar penjaganya. Dalam sistem rusak ini, sulit sekali mempertahankan kesalehan dan kafah dalam ber-Islam.

Semua menjadi serba dilematis dan paradoks. Untuk menjadi saleh begitu susah. Bahkan orang saleh cenderung mudah terjebak dalam kesalahan. Kompromi antara Islam dan kekufuran bahkan menjadi hal yang diniscayakan. Masyarakat pun kehilangan fungsi kontrol akibat individualisme yang mengikis budaya amar makruf nahi mungkar.

Sekularisme dengan paham-paham turunannya yang batil seperti kapitalisme, liberalisme, dan materialisme memang meniscayakan kehidupan yang serba sempit dan jauh dari berkah.

Terbukti, hingga kini dunia terus dilanda krisis, mulai dari krisis politik, krisis ekonomi, krisis moral, krisis hukum, dan krisis identitas  yang menjauhkan umat dari predikat khairu ummah. Akhirnya umat Islam terus menjadi bulan-bulanan dan sapi perah negara-negara kapitalis penjajah.

Tentu saja kondisi ini tak boleh dibiarkan berlama-lama. Umat Islam harus segera bangkit dari keterpurukan dengan jalan kembali kepada Islam kafah dalam naungan Khilafah.

Keluarga muslim harus kembali berfungsi sebagai benteng umat. Agar lahir darinya generasi terbaik dan individu-individu yang bertakwa. Generasi yang memiliki visi hidup yang jelas sebagai hamba Allah khalifah fil ardh.

Momentum itu ada pada bulan Ramadan. Di mana individu, keluarga, dan masyarakat terkondisikan untuk dekat dengan Islam. Apalagi sumber tuntunan hidup muslim yaitu Al-Qur’an dan hadis Nabi sedang menjadi sumber bacaan yang diutamakan.

Begitu pun interaksi antar individu dalam keluarga dan masyarakat, sedang tersuasana untuk saling mendekat dan menguatkan. Termasuk media massa yang sedang masif menebar kebaikan.

Betapa ingin Ramadan hadir sepanjang masa. Agar individu tetap terpelihara dalam ketakwaan. Keluarga kukuh karena terfungsikan dengan benar. Masyarakat tetap terjaga sebagai mesin kontrol penguat ketakwaan. Negara pun menjadi penjaga umat dari celah kerusakan dan penjajahan.

Di sinilah urgensi dakwah membangun kesadaran, bahwa Islam bukan cuma agama ritual, tapi juga mengatur seluruh aspek kehidupan, baik dalam kehidupan individu, keluarga, masyarakat, maupun negara.

Sehingga, Al-Qur’an yang sepanjang Ramadan hanya dibaca dengan target dikhatamkan, juga dipahami dan difungsikan dengan benar. Yakni sebagai solusi terbaik untuk berbagai persoalan kehidupan dan sebagai aturan yang mutlak harus dijalankan di bawah kepemimpinan Islam.

Terlebih Rasulullah Saw. mengajarkan, bahwa ibadah saum dan imam kepemimpinan Islam sama-sama berfungsi sebagai junnah atau perisai. Saum sebagai perisai individu, sementara imam adalah perisai bagi umat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الصِّÙŠَامُ جُÙ†ّØ©ٌ Ù…ِÙ†َ النَّارِ

Puasa adalah perisai yang dapat melindungi seorang hamba dari siksa neraka.” (HR Ahmad, sahih).

Dan beliau saw. juga bersabda,

Ø¥ِÙ†َّÙ…َا الْØ¥ِÙ…َامُ جُÙ†َّØ©ٌ ÙŠُÙ‚َاتَÙ„ُ Ù…ِÙ†ْ ÙˆَرَائِÙ‡ِ ÙˆَÙŠُتَّÙ‚َÙ‰ بِÙ‡ِ

Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya.” (HR Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll.)

Karenanya, marilah kita jadikan Ramadan kali ini sebagai momentum untuk mewujudkan dua junnah kehidupan tersebut. Yakni saum yang mengantarkan pada ketakwaan individu, yang akan membentengi setiap muslim dari perbuatan maksiat yang tidak di ridai Allah dan menjaganya dari api neraka.

Serta imam atau kepemimpinan Islam yang bisa mewujudkan ketakwaan masyarakat. Yang akan menjadi perisai pelindung bagi umat agar selalu ada dalam kemuliaan dan tercegah dari makar musuh yang tak menghendaki kebaikan ada pada mereka.

Dengan keduanya, kesakinahan dan kebahagiaan hidup pasti akan dirasakan. Tak hanya di dunia tapi juga di akhirat. Juga tak hanya oleh individu-individu muslim yang menjalankan, tetapi juga oleh umat secara keseluruhan di bawah naungan kepemimpinan Islam.

Penulis: Ummarroh Ansyariah

Selasa, 04 Mei 2021

PIDATO HARI BANGKIT PII KE 74 - KETUA PB PII RAFANI TUAHUNS, SH

 PIDATO HARI BANGKIT KE 74 

PELAJAR ISLAM INDONESIA (PII)  

“Bergerak Berjamaah, PII Bersinergi Bangun Indonesia.” 



RAFANI TUAHUNS, SH 

(Ketua Umum PB PII Periode 2021-2023) 

Silahkan di baca di bwah ini!!!

Semoga bermanfaat. Jazzakumullah Khair!

Minggu, 20 Desember 2020

E-Buletin Sasambo PII NTB Edisi Spesial Pekan Training





Daftar E-Buletin Sasambo PII NTB lainnya:

  • E-Buletin Sahabat Sasambo Edisi 3 Juli: Mempersiapkan Pelajar Untuk Kembali ke Sekolah [Klik Disini]
  • E-Buletin Sahabat Sasambo Edisi 2 Juni: Warna-warni Belajar Daring Selama Masa Pandemi [Klik Disini]

  • E-Buletin Sahabat Sasambo Edisi Mei 2020 - Akhiri Ramdhan Tanpa Penyesalan [Klik Disini]

Jumat, 31 Juli 2020

Menjadi Perempuan Tidak Perlu Menjadi Feminis


“Heh, jangan sok-sok nolak feminis. Asal tau aja, perempuan bisa jadi polisi, arsitek, akuntan dan lain-lain itu karena feminis.”

Pernah dengar omongan seperti ini? Pasti pernah. Ungkapan yang diucapkan oleh feminis seakan-akan berkat perjuangan merekalah perempuan bisa mendapatkan akses, semisal pekerjaan. Seakan-akan, jika bukan berkat perjuangan mereka, perempuan hanyalah makhluk lemah yang mudah untuk ditindas dan tidak berhak memiliki status apapun di masyarakat. Namun, apakah benar seperti itu? Apakah jika seorang perempuan ingin menjadi arsitek misalnya, harus menjadi feminis agar bisa mewujudkan impinnya? Tentu jawabannya absolutely NO. Mari kita cek.

Benarkah tanpa feminisme perempuan akan selalu tertindas?

Jika kita cek berdasarkan sejarah, mana yang lebih dulu ada, islam atau feminisme? Tentu bagi orang yang mau berpikir pasti akan menjawab islam. Ibaratnya feminisme itu masih anak bau kencur dibandingkan islam ketika berbicara tentang perempuan. Islam sudah berbicara dan memperjuangkan hak-hak perempuan sejak 14 abad yang lalu. Sedangkan feminisme baru memulai wacananya kurang lebih baru 3 abad yang lalu di tahun 1792 lewat buku berjudul ‘A Vindication of the Rights of Woman’ karya filsuf Inggris, Mary Wollstonecraft. Jadi, tidak perlu penjelasan yang panjang lebar untuk mematahkan argumen sesat feminis tersebut karena yang membebaskan perempuan dari ketertindasan adalah islam bukan feminisme.

“Siapa bilang feminis itu baru lahir abad 17? Semangat feminisme itu sudah ada sejak lama. Bahkan Nabi Muhammad sama Aisyah itu pembawa semangat feminisme pertama.”

Gila sih ini cara ngelesnya. Bawa-bawa nama Baginda Rasulullah sama ibunda Aisyah untuk dijadikan tameng pembenaran biar feminisme itu diterima dan sesuai sama islam. Dari mana ceritanya Rasulullah sama Aisyah dibilang membawa semangat feminisme? Aisyah memiliki intelektualitas yang tinggi karena memang islam mengajarkan untuk setiap muslim baik laki-laki atau perempuan untuk menuntut ilmu. Jadi, yang dilakukan Aisyah berdasarkan wahyu, bukan berdasarkan nafsu ingin setara dengan laki-laki seperti yang digaungkan feminisme. Hadeh, Makin hari feminisme makin ngawur aja. Jangan-jangan besok mereka bakal ngaku-ngaku feminisme udah ada sejak Nabi Adam.

Benarkah harus menjadi feminis untuk menjadi perempuan?

Pada dasarnya islam tidak memiliki masalah dengan ide-ide feminisme seperti pemenuhan hak-hak bermasyarakat perempuan, semisal keinginan perempuan untuk mendapatkan akses pendidikan atau pekerjaan. Yang menjadi masalah adalah ide tentang kesetaraan gender yang digaungkan oleh feminisme sangat bertentangan dengan islam.

“Berarti boleh dong muslimah menganut feminisme dan ngadopsi ide-ide mereka tentang pendidikan? Aku juga nggak setuju kok sama ide-ide feminisme tentang kesetaraan gender?”

Kalau boleh bertanya balik, buat apa mengadopsi ide-ide feminisme tentang pendidikan bagi perempuan kalau di islam sendiri itu sudah diatur? Buat apa jadi feminis dan ambil ajarannya setengah-setengah? Mendingan jadi muslimah yang kaffah ajalah. 

Pernah dengar siapa Fatimah Al Fihri? Tau siapa yang mendirikan Universitas pertama di dunia? Beliaulah yang mendirikan universitas pertama di dunia, Fatimah Al Fihri. Iya, dia seorang perempuan, seorang muslimah. Apakah ia seorang feminis makanya bisa sehebat itu? tentu tidak. Beliau mendirikan Universitas tersebut pada abad ke 6, jauh dari kelahiran feminisme itu sendiri. 

Contoh lain. Mungkin kita mengenal syaikh hanya dari kalangan laki-laki, tapi tahukah kalau ada perempuan Indonesia yang bergelar syaikhah? Emang ada? Tentu ada. Beliau bernama Rahmah el Yunusiah, seorang muslimah taat yang berasal dari Padang Panjang, Sumatera Barat. Beliau diberi gelar syaikhah oleh rektor Universitas Al Azhar, Mesir, berkat kontribusinya di bidang pendidikan, yaitu mendirikan perguruan untuk perempuan islam pertama di Indonesia bernama Madrasah Diniyah Puteri di Padang Panjang. Apakah beliau bisa berbuat demikian karena menganut feminisme? Tentu tidak. Rahmah el Yunusiah tidak pernah sama sekali keluar dari mulutnya mengatakan, “my body is my mine”

Pada akhirnya ketika perempuan ingin berkiprah, mereka tidak perlu meninggalkan fitrahnya. Feminisme tentu mencabut fitrah-fitrah perempuan. Menginginkan perempuan setara dengan laki-laki, menginginkan perempuan merdeka mengelola tubuh mereka tanpa mengikuti perintah Allah telah mencabut fitrah perempuan. Cukup menjadi muslimah yang kaffah maka kita sudah menjadi perempuan seutuhnya. Terakhir, perempuan berilmu bukan untuk menandingi laki-laki tapi perempuan berilmu agar kelak dari rahim-rahim mereka lahir generasi yang rabbani.

Selamat Hari Lahir PII Wati ke 56. Teruslah berkiprah tanpa meninggalkan fitrah. 

Bumi Allah, Pulau Seribu Masjid

10 Dzulhijjah 1441 H/ 31 Juli 2020

Wallahu A’lam Bisshwab



Senin, 06 Juli 2020

Notulensi Ngobrolin Feminisme Koordinator Wilayah Korps Pelajar Islam Indonesia (PII) Wati Nusa Tenggara Barat



Dapatkan notulensi kajian dalam bentuk PDF, untuk memudahkan pembaca.


Atau lanjut membaca di bawah sini.
Tanggal Kajian : Jum’at, 3 Juli 2020
Jenis Kajian : Online
Waktu Kajian : 20.00 - 22. 30 WITA
Tema Kajian : Feminisme dalam Sudut Pandang Islam
Moderator : Siti Nurtadahlia
Pemateri : Pemateri 1 : Yanti Febrianti
Pemateri 2 : Lata Mau Sandi
Peserta : 90 Orang

Hasil Acara
  1. Pembukaan
Kajian dibuka oleh moderator pukul 20.00 WITA

  1. Penyampaian Materi

Penyampaian Materi Oleh Pemateri Pertama Yanti Febrianti

Ketika mendengar kata feminis yang terpikirkan adalah perempuan yg ditindas, tak punyak hak, dan dari itu harus diperjuangkan haknya. Sehingga lahirlah istilah kesetaraan, emansipasi, dan keadilan. Istilah-istilah tersebut sangat femiliar ketika kita menyebut atau menulis kata femisme di layar pencarian google.
Kata feminisme dlm KBBI bermakna gerakan wanita yg menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria. Feminisme berasal dari bahasa latin, Femina atau feminis yang merupakan kombinasi dari kata fe berarti iman dan Mina yang artinya kurang, jadi Femina artinya kurang iman. Persamaan ini membuktikan bahwa di barat perempuan dianggap sebagai yg kurang iman, dalam pemahaman tentang penemuan sekunder atau kedua setelah laki-laki. Kata "isme" berasal dari bahasa Yunani yang menandakan paham, pembicaraan atau kepercayaan. Sementara pengertian feminisme adalah sebuah gerakan yang dilakukan oleh kaum perempuan yang menuntut emansipasi atau menyetujui dan keadilan yang setara dengan para laki-laki. Orang yg mendukung dan memperjuangkan gerakan feminisme disebut feminis.
Feminis memperjuangkan kesamaan hak antara laki -laki dan perempuan yg biasa kita dengar atau baca dgn istilah kesetaraan gender.
Misal: hak perempuan mendapatkan waris, berpendidikan tinggi seperti laki-laki, bekerja seperti laki-laki.
Feminisme muncul pada awal abad ke 16. Gerakan ini bermula di dunia barat. Gerakan ini muncul karena di masa itu perempuan barat ditindas oleh laki-laki dalam keluarga, pemuka agama maupun penguasa. Mereka tidak memiliki hak waris, sekolah, bahkan bekerja. Perempuan dianggap pajangan dan pemuas nafsu.
Tiga gelombang dalam gerakan feminis
1. Edukasi: Skill domestik
2. Politik : Hak tubuh dll
3. Wanita vs laki-laki : Wanita dan laki-laki sama-sama dieksploitasi oleh sistem

Saint Paulus pun menilai bahwa perempuan adalah makhluk kelas dua, raja James 1 dari kerajaan Inggris memvonis banyak wanita adalah nenek sihir. Di Amerika, sewaktu mengisyaratkan deklarasi kemerdekaan 1776 telah menyebutkan "all man are created equal ( semua manusia diciptakan setara)"

Di Indonesia gerakan femisme tercium dr tahun 1920 yaitu dalam sastra emansipasi ditandai dengan hadirnya novel-novel terbitan balai pustaka.
Pada tahun 1928 ada kongres perempuan pertama di Jogja. Pada tahun 1935 kongres perempuan ke 2 di Jakarta. Kemudian yang sangat fenomenal adalah muncul tokoh RA Kartini dimana Kartini dikisahkan sangat terdzolimi, menjadi istri ke 2, menggugat poligami yg terjadi pada saat itu, mengisahkan pendidikan perempuan yg rendah lalu ia bergerak mengajari perempuan membaca dan terkenal lah Kartini sebagai tokoh feminis Indonesia.
Terdengar juga istilah patriarki dan Kartini dijadikan sebagai icon feminis indonesia.

Ada kah yang salah dengan perjuangan itu?
Tentu saja salah. Apa yg salah?
Suatu hal yang salah dari gerakan feminis adalah worldview nya.
Dimana worldview feminis meniadakan fitrah perempuan.
Salahnya (red. World view) adalah cara pandang laki-laki terhadap perempuan dan perempuan yang mengganggap bahwa dia harus sama dan setara dengan laki-laki. Fitrah perempuan adalah menjadi hamba yang sholihah, istri yang mematuhi suami( kecuali suami yang mengajak berpaling dari Allah) mendidik anak, taat kepada ortu dan bermanfaat bagi semesta.
Berbicara tentang hak, peran, dan tanggung jawab yang melekat pada laki -laki dan perempuan itu sebagaimana ia sebagai seorang manusia. Tak ada perbedaan. Sholat, puasa, zakat, dsb. Dalam islam, perbedaan peran dalam hal hak, peran dan tanggung jawab antara pria dan wanita semua itu di disebut adil.
Tentu saja Islam bukan feminis dan tidak ada feminis dalam Islam. Islam adalah Islam dan feminisme adalah feminisme. Dalam Islam, konsep adil berbeda dengan konsep setara maka dari Islam tidak pernah feminis/feminisme.
Terkait Kartini, itu tidak sebagaimana yg beredar. Sejarah Kartini tidak sampai disitu saja. Kartini dengan pemikirannya itu masih ada lanjutannya. Cerita Kartini itu berlanjut, Kartini muda bertemu dengam kiyai Soleh dara lalu belajar Al-Qur'an dari beliau. Pemikirannya mulai berubah. Perjuangan mencerdaskan perempuan itu terus berlanjut, tetapi tidqk lagi dengan tuntutan bahwa perempuan juga harus setara dgn laki-laki karena memang perempuan harus cerdas. Ada kesalapahaman terkait Kartini yg tidak kerudungan. Hal tersebut karena ia belum sempat belajar ayat yang berkaitan dengan aurat keburu kiyai Soleh dara meninggal. Hal ini seakan terkubur oleh kaum feminis.


Rabu, 01 Juli 2020

POST MORTEM PURITAS KADER


Seperti dalam sejarah mengkristalnya sistem kaderisasi PII, ta’dib turut serta mengawal proses kaderisasi. Sejak masa perintisan (1952-1958) hingga masa rekonstruksi (1991-1996) dan dengan dilakasanakannya Lokakarya Instruktur Nasional (LIN) tahun 1998, berdasarkan amanah Muknas ke 21 pada pengurus besar pada masa tersebut, maka dihasilkanlah konsep final ta’dib PII sebagai sistem kaderisasi yang baru.

Sejarah ta’dib PII memang bukan sejarah singkat, terlalu banyak tokoh-tokoh yang berada di belakang sejarah tersebut. Hingga kini, bagi PII ta’dib menjadi kitab kedua setelah quran dan hadits dalam menjalankan kerja dakwahnya. Menjadi kitab tentu karena ta’dib, buku induk kaderisasi, berdasarkan Anggaran Dasar PII baba VI Sistem Kaderisasi pasal 9 poin pertama ini merupakan ejawantahan quran dan hadits pula.

Ejawantahan tersebut memang menjadi konsepsi dasar ta’dib itu sendiri, bagaimana cara melihat proses kaderisasi untuk memperjuangkan Islam oleh PII. Bukan sebuah mimpi muluk memang ketika “Kesempurnaan pendidikan yang sesuai dengan islam bagi seluruh bangsa Indonesia dan ummat manusia” ingin direalisasikan. Tujuan tersebut merupakan keyakinan PII akan terbentuknya masyarakat berperadaban yang dibentuk melalui pendidikan dan tentunya PII harus bersikap realistis, berperan sesuai dengan fitrahnya sebagai organisasi kader (kaderisasi sebagai aktivitas ta’dib).

Anggota memang bukan hasil akhir. Pada tataran praktis memang kaderisasi untuk menghadirkan anggota baru yang akan berpartisipasi aktif dalam kegiatan PII, seperti dalam Anggaran Rumah Tangga Bab I Keanggotaan pasal 1, anggota PII merupakan pelajar yang aktif mengikuti kegiatan yang dibina oleh PII dan atau telah mengikuti proses kaderisasi PII. Inilah kenapa penulis menggunakan kata “menghadirkan” bukan “mencetak” anggota. menurut hemat penulis, kata menghadirkan lebih bersifat keikhlasan untuk turut serta dan tanpa pemaksaan, ini pula yang menjadi cikal bakal akan lahirnya kemurnian kader PII.

Pada tahapan hakekat, kata kader yang sepatutnya digunakan. Ini tentu karena kader merupakan seseorang yang dipersiapkan untuk mengemban tugas masa dengan dengan kemampuan, kualitas dan kualifikasi tertentu. Kader menjadi kekuatan inti organisasi dan ummat Islam untuk menjadi pelopor, penggerak dan penjaga misi perjuangan guna mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin. Idealitas kader merupakan konseptualisasi dan kristalisasi dari pemahaman tentang konsep manusia dan tujuan hidupnya. Idealitas tersebut akan menjadi titik pencapaian proses pendidikan yang ditempuh melalui proses pelaksanaan ta’dib.

Bukan sekedar keanggotaan yang harus dicapai, tapi sosok kader ideal pun menjadi profil paripurna atas konstruksi dan kinerja yang harus dimiliki oleh seseorang yang menempuh proses ta’dib secara menyeluruh memang untuk menegasikan kemapanan proses kaderisasi tersebut. Bila merasa cukup hanya dengan batra, tidak diikuti dengan intra atau advantra artinya anggota tersebut telah memutus kesempurnaan ta’dib yang seharusnya dilakukannya. Artinya ada kemapanan, yang dipikir cukup oleh anggota tersebut dalam menjalankan proses kaderisasi. Tentu hal ini menjadi bukti telah matinya (mortem) kemurnian anggota.

Banyak hal yang menjadi terjadinya hal tersebut. Ini tidak terlepas dari perekrutan pra dan pasca training yang dilakukan. Ada lingkaran yang terputus dalam merealisasikan ta’dib. Perekrutan dari anggota tunas, follow up setelah dan sebelum training sering diabaikan. Kursus dan taklim menjadi bagian kegiatan ta’dib yang tak pernah terjadi dan sepi dari perbincangan.

Tetesan keringat dan darah para penyusun ta’dib telah disia-siakan. Artinya ada orientasi ta’dib telah dinihilkan. Dikemanakan orientasi iman dan takwa serta orientasi keummatan selama ini? ini memang menjadi hal yang tidak menarik diperbincangkan saat ini. Menghayati orientasi ta’dib, benar juga apa yang ditulis Quraish Shihab dalam Membumikan al Quran-nya, “Perubahan dalam terlaksana akibat pemahaman dan penghayatan nilai-nilai al quran….”

Tentu bukan hanya cita-cita Quraish, PII pun mendambakan “Perubahan yang terjadi pada seseorang harus diwujudkan dalam suatu landasan yang kokoh serta berkaitan erat dengannya, sehingga perubahan yang terjadi pada dirinya itu menciptakan arus, gelombang, atau paling tidak sedikit riak yang menyentuh orang-orang lain,” tutur Quraish. semoga dengan kepemimpinan PII nasional yang telah terpilih kini mampu membangun kemurnian kader yang lama tertidur.

_______________
Diterbitkan 5 Agustus 2008 - diterbitkan ulang 1 Juli 2020 - Semoga bermanfaat

Apa sih Group Dynamic Itu?


Dalam proses pelaksanaan training sering kita dengar group dynamic. pendekatan training ini dianggap paripurna karena tidak hanya pendekatan nilai-nilai trasenden atau pengajaran (andragogi) an sih, tapi bagaimana memadukan dua pendekatan tersebut menjadi lebih sempurna.

Featured

[Featured][recentbylabel2]

Featured

[Featured][recentbylabel2]

STRUKTUR ORGANISASI

ARI SEPTIAWAN

Ketua Umum Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia Nusa Tenggara Barat Periode 2023-2025

GINA HAEROUMMAH

Ketua I Bidang Kaderisasi

AHMAD FAHREZI

Ketua II Bidang Pengembangan dan Pemberdyaan Organisasi

ARYA NAQSABANDI

Ketua III Bidang Komunikasi Ummat

ABIYYUZAKI SYUKRON

Sekretaris Umum

IKHSAN MAULANA

Bendahara Umum

UMMARROH ANSYARIAH

Ketua BO KOORWIL PII Wati

SAFIRA RAHMAH

Sekretaris dan Bendahara BO

BAIQ RIA HIDAYATI

Kadiv Kajian Isu Strategis dan Eksternal

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done