Guru, pedulikah terhadap kami, terhadap masa depan kami, dan terhadap generasi yang akan melanjutkan kepemimpinan di negeri ini. Negeri yang dihuni oleh para intelektual murahan yang merusak pemikiran umat. Mereka cerdas, tetapi culas. Mereka terdidik, tetapi selalu menghardik.
Guru, setiap kalimat yang keluar dari lisanmu, bagi kami adalah ilmu. Setiap kritikan yang engkau lontarkan, bagi kami adalah nasehat bijak. Tapi kami masih ingin bertanya, pedulikah terhadap kami?
Guru, ikhlaskah engkau mendidik kami. Sehingga keikhlasanmu terpancar jelas pada raut mukamu. Bukan pancaran ego, bukan pancaran dendam, dan bukan pula pancaran dusta. Materi bukan tujuan akhirmu, tapi bagaimana agar kami bisa menjadi generasi terdidik, beradab, dan lebih mengenal Allah. Tapi kami masih ingin bertanya, sudahkah engkau seperti itu?
Guru, kami takut ketika engkau ajarkan kami justru sebuah kedustaan, percakapan kosong tanpa ilmu sebagaimana Allah firmankan dalam kitab-Nya,“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan percakapan kosong untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikannya olok-olokan. Mereka itu memperoleh azab yang menghinakan” (Qs. Luqman 31:06).
Guru, ajarkan kami lebih mengenal Allah sebagaimana Luqman mengajarkan kepada anaknya, “Wahai anakku ! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang besar” (Qs. Luqman 31:13).
Guru, jangan engkau ajarkan kami supaya dapat nilai yang bagus. Jangankan engkau ajarkan kami seperti mental penjajah, tapi ajarkanlah kami nilai ketauhidan supaya dengan ilmu mu kami lebih mengenal Allah, bukan malah menjauhkan kami dari Allah. Ajarkan kami menjadi mental pejuang agar kami bisa seperti Muhammad Al Fatih, Salahudin Al Ayubi, Khalid Bin Walid, Salman Alfarisi.
Bila engkau guru Biologi, ajarkanlah kami tentang penciptaan makhluk hidup (manusia) karena di dalamnya terdapat tanda-tanda kebesaran Allah.
Bila engkau guru matematika, ajarkanlah kami tentang “limit” karena bilangan 1 (satu) dibagi 0 (nol) jawabannya “tak terhingga”. Itulah Zat Allah. Suatu Wujud yang tak terhingga dengan pemikiran manusia yang tehingga (terbatas).
Bila engkau guru kewarganegaraan (KWN), ajarkanlah kami tentang konsep negara. Karena di dalamnya ada Kholifah sebagai pemimpin dan syariat Islam sebagai undang-undangnya.
Bila engkau guru bahasa, ajarkanlah kami bahasa yang baik dan benar agar kami bisa memahami bahasa kitab-kitab Allah dan bisa bertutur kata yang baik kepada kedua orang tua kami.
Bila engkau guru fisika, ajarkanlah kami tentang kecepatan cahaya karena di dalamnya ada campur tangan Allah, “Dialah (Allah) yang menciptakan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkanya tempat-tempat bagi perjalanan bulan itu agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu)” (Qs. Yunus:5)
Bila engkau guru kimia, ajarkanlah kami tentang kandungan air hujan karena di dalamnya terdapat keberkahan yang diturunkan oleh Allah, “Dan kami turunkan dari langit air yang membawa berkah, dan dengan itu Kami tumbuhkan kebun-kebunan dan biji-bijian yang dapat dipanen.” (Qs Qaf 50:09)
Guru, engkau tahu bahwa di negeri ini banyak orang-orang “cerdas” yang dulunya mereka berpendidikan seperti kami. Namun, kecerdasan mereka digunakan untuk mengkorupsi uang rakyat. Cukuplah mereka mengkorupsi harta (materi), jangan kau ajarkan kami lagi untuk “mengkorupsi ilmu”. Karena korupsi ilmu jauh lebih berbahaya daripada korupsi harta (materi).
Guru, korupsi ilmu bisa mengantarkan manusia mengalami “kerancuan” yang menyebabkan mereka mengalami krisis identitas dan krisis kebenaran. Yang justru mereka semakin jauh dari Allah. Andai engkau tahu, kerancuan ilmu jauh lebih buruk daripada “kejahilan”.
Cukuplahbersikap seperti wahai para guru karena engkau pembimbing kami menciptakan peradaban mulia. Yang suatu saat akan menjadi mozaik sejarah dalam kamus kehidupan manusia. Tunjukilah jati dirimu sebagai pahlawan tanpa tanpa jasa. Ajarkanlah kami dengan kasih sayang dan cinta. Sebagaimana engkau ajarkan kami puisi dengan penuh cinta. Maka izinkanlah mempersembah pusi cinta untukmu.
“Kebenaran Cinta”.
Semua gerak di alam raya ini, di langit dan di bumi, adalah gerak yang lahir dari kehendak dan cinta
Dengan dan untuk itulah alam ini bergerak
Kehendak dan cintalah alasan pergerakan dan perhentiannya
Bahkan dengan dan kehendak cinta jugalah alam ini diciptakan
Sesungguhnya hakikat cinta adalah gerak jiwa Sang Pencinta kepada yang dicintai-Nya
Maka cinta adalah gerak tanpa henti
Dan inilah makna kebenaran ketika Allah mengatakan: “Dan tiadalah Kami menciptakan langit dan bumi serta semua yang ada di antaranya kecuali dengan kebenaran.” (QS. Al Hijr:85)
Jadi, cinta adalah makna kebenaran dalam penciptaan
Hati yang dipenuhi dengan cinta lebih mudah dan cepat menangkap kebenaran
Cinta tidak tumbuh dalam hati yang dipenuhi keangkuhan, angkara murka dan dendam
Cinta melahirkan pengakuan dan kerendahan hati
Cinta adalah cahaya yang memberikan kekuatan penglihatan pada mata hati kita
Dengan cinta mengantarkan Umar kepada kebenaran Islam
Dengan cinta pulalah yang mengantarkan Muhammad Ali bersyahadat
Tanpa cinta, manusia bisa melahirkan keangkuhan
keangkuhan yang menyesatkan Abu Jahal
keangkuhan yang membuat para pemimpin melakukan kedzaliman
dan keangkuhan jugayang menjauhkan Barat dari Tuhan
angkuh terhadap ilmu pengetahuan modern
Pengetahuan tanpa bimbingan dankelembutan cinta, itu buta, kata Einstain
Sebab ia tidak melahirkan pengakuan dan kerendahan hati
Disana cinta tidak membimbing pengetahuan
Guru, itulah pusi dari kami, maka pedulilah kepada kami.
Mataram, 23 September 2014
Di tempatku bermihrab, di rumah para musafir.
Penulis ; Irfan Kurniawan (Dewan Ta'dib Regional PW PII NTB)