Ta’dib: Perbenturan Realita Dan Idealita - PII NTB
News Update
Loading...

Rabu, 01 April 2015

Ta’dib: Perbenturan Realita Dan Idealita


Seringkali realita tidak seiya sekata dengan idealita yang dicita-citakan. bukan usaha yang gampang untuk merealisasikan ta’dib secara sempurna. butuh perjuangan yang berdarah-darah pula. tahun 90-an, kanda Husni Thamrin harus bolak balik Mataram-Loteng-Lotim-Lobar dengan kayuhan sepedanya untuk menjalankan ta’dib secara paripurna. kursus dan taklim. atau kisah bang Burhan Said dengan segala ‘kebodohan’nya dari Jayapura ke Jakarta hanya untuk sebuah advantra. kisah keikhlasan ayahanda dari Wahyu Martariningsih pun terekam oleh sejarah menyempurnaan pelaksaan ta’dib di NTB. bagaimana tidak ikhlas? wong diapit pejuang-pejuang ta’dib perkasa nan gagah: Syarifinnur dan Syarif Mubarok. Ingat Syakurahman dan patner-nya? harus terpental-pental dalam kecelakaan motor di Punia oleh Shogun yang dibawanya, kejadian tepat sehari sebelum keberangkatan intra-nya jauh di Sumenep, Madura. realita terkadang harus tergores oleh darah untuk sebuah idealita.

Ini jalan menuju iman, memang. Taqiyuddin an Nabhani menulis dalam karyanya Nizham al Islam, bangkitnya manusia tergantung pada pemikiran tentang hidup, alam semesta, dan manusia serta hubungan ketiganya dengan sesuatu yang ada sebelum, ketika, dan sesudah kehidupan dunia. tidak erlebihan, itu telah dirangkum II dam falsafah gerakan, khittah perjuangan, yang realisasinya diatur melalui Buku Induk Kaderisasi PII: ta’dib.

Memahami tentang realita; alam semesta, hidup dan manusia ini pula yang dikatakan ’ideologi’. ideologi yang terlahir dari idealita yang diharap. itu semua menjadi sesuatu yang begitu dipaksakan, memaknai konsep hidup atas kata ideologi. para jamaah Syeikh Taqi memang telah memberi stempel al tersebut sebagai ideologi. memandang realita tersebut sebagai ideologi tidak terlepas dari karya Louis Althusser dalam terjemahanny Essays on Ideology (1984), sebagaimana diketahui bahwa ekspresi ’ideologi’ diciptakan oleh Cabanis, Destutt de Tracy, dan kawan-kawan, yang membuhulkannya sbagai objek dari teori (genetik) ide. ketika Marx memungut istilah tersebut 50 tahun sesudahnya, ia memberikan arti yang sangat berbeda di dalam karya-karya awalnya. di dalamnya, ideologi adalah sistem gagasan dan pelbagai representasi yang mendominasi benak manusia atau kelompok sosial.

Itu realita yang berkembang, memang. seringkali realita tak seiya sekata dengan idealita yang dicita-citakan, tapi kader PII bersyukur punya handbook yang mudah dipahami dengan konsepsi yang jelas, simple untuk dibaca buat orang yang tidak sekaolah sekalipun. falsafah gerakan (FG) dan khittah perjuangan (KP) jadi pilihan.

FG dan KP tentu tidak lepas dari ta’dib dalam tataran praktis. ta’dib sebagai ’saudara kembar’ dari FG dan KP memberi aturan yang jelas dan komprehensip untuk mencapai cita-cita PII. hingga pada akhirnya ta’dib menjadi harus di’kultus’kan untuk menjaga kemurnian dan tersampainya visi dan misi FG dan KP dalam ta’dib tersebut. ini tentu karena penjabaran konten dan hakekat FG dan KP melalui ta’dib harus seseorang yang memeiliki kualifikasi dan tekun mendalami kitab ’suci’nya. walau tidak selamanya benar, tapi yang harus dipahami setelah kaderisasi dilalui seseorang tersebut kerkait erat dengan transformasi ilmu dan konsepsi yang ia dapatkan dari setiap jenjang training. itu sebabnya, misal, kenapa hanya KP yang disampaikan dalam batra, tidak FG. lagi-lagi KP yang disampaikan dalam intra dan FG disampaikan dalam advantra. penjadwalan atau pemberian materi ini memang tidak dibahas dalam FG dan KP, tapi dalam ta’dib. FG dan KP yang berisi konseptual mengenai hal yang menyebabkan mengapa ta’dib dibanyak wilayah harus di’kultus’kan. dikultuskan tentu karena harus menjaga kemurnian dan tersampainya visi dan misi dalam ta’dib tersebut.

Memang tidak mustahil kader batra mampu menafsirkan FG dan KP ataupun ta’dib. namun idealnya, orang-orang yang telah menjadi instrukturlah yang mampu mentransformasikan visi dan misi PII yang ada dalam ta’dib. karena diharapkan instruktur mampu secara dewasa, akal yang mumpuni untuk menjabarkan konten dari kurikulum ta’dib. inilah sebabnya mengapa Jujun S. Suriasumantri dalam Filsafat Ilmu-nya mengatakan, secara ontologis ilmu membatasi diri hanya dalam ruang lingkup pengalaman manusia. di alur bidang empiris, ilmu tidak bisa mengatakan apa-apa. inilah yang mendasari mengapa instruktur yang layak. Jujun menambahkan, kemajuan manusia tidak bisa diukur hanya dengan perluasan pengetahuannya saja, ia mengutip Danial Boorstin, melainkan juga harus diukur dengan bertambahnya kesadaran akan ketidaktahuannya. artinya, kawan-kawan PW PII NTB dan PW manapun itu harus dewasa melihat ketidakmampuannya, jujur atas keterbatasannya, dan mau berusaha untuk lebih bermanfaat buat umat dengan melaksanakan ta’dib dengan benar. tahu kan, mekanisme pelaksanaan ta’dib? mekanismenya mengacu pada wewenang dan tanggungjawab yang dimiliki tiap eselon selaras dengan jalur, jenjang dan jenis pembinaan yang ada dalam sistem ta’dib. Hmmm.

Share with your friends

DONASI SEKARANG Donasi anda akan digunakan untuk kepentingan dakwah melalui PW PII NTB seperti mendanai kegiatan PII, perpanjang domain dan optimalisasi website. Jazakumullahu Khairan.

STRUKTUR ORGANISASI

ARI SEPTIAWAN

Ketua Umum Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia Nusa Tenggara Barat Periode 2023-2025

GINA HAEROUMMAH

Ketua I Bidang Kaderisasi

AHMAD FAHREZI

Ketua II Bidang Pengembangan dan Pemberdyaan Organisasi

ARYA NAQSABANDI

Ketua III Bidang Komunikasi Ummat

ABIYYUZAKI SYUKRON

Sekretaris Umum

IKHSAN MAULANA

Bendahara Umum

UMMARROH ANSYARIAH

Ketua BO KOORWIL PII Wati

SAFIRA RAHMAH

Sekretaris dan Bendahara BO

BAIQ RIA HIDAYATI

Kadiv Kajian Isu Strategis dan Eksternal

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done