Menjadi Perempuan Tidak Perlu Menjadi Feminis - PII NTB
News Update
Loading...

Jumat, 31 Juli 2020

Menjadi Perempuan Tidak Perlu Menjadi Feminis


“Heh, jangan sok-sok nolak feminis. Asal tau aja, perempuan bisa jadi polisi, arsitek, akuntan dan lain-lain itu karena feminis.”

Pernah dengar omongan seperti ini? Pasti pernah. Ungkapan yang diucapkan oleh feminis seakan-akan berkat perjuangan merekalah perempuan bisa mendapatkan akses, semisal pekerjaan. Seakan-akan, jika bukan berkat perjuangan mereka, perempuan hanyalah makhluk lemah yang mudah untuk ditindas dan tidak berhak memiliki status apapun di masyarakat. Namun, apakah benar seperti itu? Apakah jika seorang perempuan ingin menjadi arsitek misalnya, harus menjadi feminis agar bisa mewujudkan impinnya? Tentu jawabannya absolutely NO. Mari kita cek.

Benarkah tanpa feminisme perempuan akan selalu tertindas?

Jika kita cek berdasarkan sejarah, mana yang lebih dulu ada, islam atau feminisme? Tentu bagi orang yang mau berpikir pasti akan menjawab islam. Ibaratnya feminisme itu masih anak bau kencur dibandingkan islam ketika berbicara tentang perempuan. Islam sudah berbicara dan memperjuangkan hak-hak perempuan sejak 14 abad yang lalu. Sedangkan feminisme baru memulai wacananya kurang lebih baru 3 abad yang lalu di tahun 1792 lewat buku berjudul ‘A Vindication of the Rights of Woman’ karya filsuf Inggris, Mary Wollstonecraft. Jadi, tidak perlu penjelasan yang panjang lebar untuk mematahkan argumen sesat feminis tersebut karena yang membebaskan perempuan dari ketertindasan adalah islam bukan feminisme.

“Siapa bilang feminis itu baru lahir abad 17? Semangat feminisme itu sudah ada sejak lama. Bahkan Nabi Muhammad sama Aisyah itu pembawa semangat feminisme pertama.”

Gila sih ini cara ngelesnya. Bawa-bawa nama Baginda Rasulullah sama ibunda Aisyah untuk dijadikan tameng pembenaran biar feminisme itu diterima dan sesuai sama islam. Dari mana ceritanya Rasulullah sama Aisyah dibilang membawa semangat feminisme? Aisyah memiliki intelektualitas yang tinggi karena memang islam mengajarkan untuk setiap muslim baik laki-laki atau perempuan untuk menuntut ilmu. Jadi, yang dilakukan Aisyah berdasarkan wahyu, bukan berdasarkan nafsu ingin setara dengan laki-laki seperti yang digaungkan feminisme. Hadeh, Makin hari feminisme makin ngawur aja. Jangan-jangan besok mereka bakal ngaku-ngaku feminisme udah ada sejak Nabi Adam.

Benarkah harus menjadi feminis untuk menjadi perempuan?

Pada dasarnya islam tidak memiliki masalah dengan ide-ide feminisme seperti pemenuhan hak-hak bermasyarakat perempuan, semisal keinginan perempuan untuk mendapatkan akses pendidikan atau pekerjaan. Yang menjadi masalah adalah ide tentang kesetaraan gender yang digaungkan oleh feminisme sangat bertentangan dengan islam.

“Berarti boleh dong muslimah menganut feminisme dan ngadopsi ide-ide mereka tentang pendidikan? Aku juga nggak setuju kok sama ide-ide feminisme tentang kesetaraan gender?”

Kalau boleh bertanya balik, buat apa mengadopsi ide-ide feminisme tentang pendidikan bagi perempuan kalau di islam sendiri itu sudah diatur? Buat apa jadi feminis dan ambil ajarannya setengah-setengah? Mendingan jadi muslimah yang kaffah ajalah. 

Pernah dengar siapa Fatimah Al Fihri? Tau siapa yang mendirikan Universitas pertama di dunia? Beliaulah yang mendirikan universitas pertama di dunia, Fatimah Al Fihri. Iya, dia seorang perempuan, seorang muslimah. Apakah ia seorang feminis makanya bisa sehebat itu? tentu tidak. Beliau mendirikan Universitas tersebut pada abad ke 6, jauh dari kelahiran feminisme itu sendiri. 

Contoh lain. Mungkin kita mengenal syaikh hanya dari kalangan laki-laki, tapi tahukah kalau ada perempuan Indonesia yang bergelar syaikhah? Emang ada? Tentu ada. Beliau bernama Rahmah el Yunusiah, seorang muslimah taat yang berasal dari Padang Panjang, Sumatera Barat. Beliau diberi gelar syaikhah oleh rektor Universitas Al Azhar, Mesir, berkat kontribusinya di bidang pendidikan, yaitu mendirikan perguruan untuk perempuan islam pertama di Indonesia bernama Madrasah Diniyah Puteri di Padang Panjang. Apakah beliau bisa berbuat demikian karena menganut feminisme? Tentu tidak. Rahmah el Yunusiah tidak pernah sama sekali keluar dari mulutnya mengatakan, “my body is my mine”

Pada akhirnya ketika perempuan ingin berkiprah, mereka tidak perlu meninggalkan fitrahnya. Feminisme tentu mencabut fitrah-fitrah perempuan. Menginginkan perempuan setara dengan laki-laki, menginginkan perempuan merdeka mengelola tubuh mereka tanpa mengikuti perintah Allah telah mencabut fitrah perempuan. Cukup menjadi muslimah yang kaffah maka kita sudah menjadi perempuan seutuhnya. Terakhir, perempuan berilmu bukan untuk menandingi laki-laki tapi perempuan berilmu agar kelak dari rahim-rahim mereka lahir generasi yang rabbani.

Selamat Hari Lahir PII Wati ke 56. Teruslah berkiprah tanpa meninggalkan fitrah. 

Bumi Allah, Pulau Seribu Masjid

10 Dzulhijjah 1441 H/ 31 Juli 2020

Wallahu A’lam Bisshwab



Share with your friends

DONASI SEKARANG Donasi anda akan digunakan untuk kepentingan dakwah melalui PW PII NTB seperti mendanai kegiatan PII, perpanjang domain dan optimalisasi website. Jazakumullahu Khairan.

2 komentar:

STRUKTUR ORGANISASI

ARI SEPTIAWAN

Ketua Umum Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia Nusa Tenggara Barat Periode 2023-2025

GINA HAEROUMMAH

Ketua I Bidang Kaderisasi

AHMAD FAHREZI

Ketua II Bidang Pengembangan dan Pemberdyaan Organisasi

ARYA NAQSABANDI

Ketua III Bidang Komunikasi Ummat

ABIYYUZAKI SYUKRON

Sekretaris Umum

IKHSAN MAULANA

Bendahara Umum

UMMARROH ANSYARIAH

Ketua BO KOORWIL PII Wati

SAFIRA RAHMAH

Sekretaris dan Bendahara BO

BAIQ RIA HIDAYATI

Kadiv Kajian Isu Strategis dan Eksternal

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done