Notulensi Ngobrolin Feminisme Koordinator Wilayah Korps Pelajar Islam Indonesia (PII) Wati Nusa Tenggara Barat - PII NTB
News Update
Loading...

Senin, 06 Juli 2020

Notulensi Ngobrolin Feminisme Koordinator Wilayah Korps Pelajar Islam Indonesia (PII) Wati Nusa Tenggara Barat



Dapatkan notulensi kajian dalam bentuk PDF, untuk memudahkan pembaca.


Atau lanjut membaca di bawah sini.
Tanggal Kajian : Jum’at, 3 Juli 2020
Jenis Kajian : Online
Waktu Kajian : 20.00 - 22. 30 WITA
Tema Kajian : Feminisme dalam Sudut Pandang Islam
Moderator : Siti Nurtadahlia
Pemateri : Pemateri 1 : Yanti Febrianti
Pemateri 2 : Lata Mau Sandi
Peserta : 90 Orang

Hasil Acara
  1. Pembukaan
Kajian dibuka oleh moderator pukul 20.00 WITA

  1. Penyampaian Materi

Penyampaian Materi Oleh Pemateri Pertama Yanti Febrianti

Ketika mendengar kata feminis yang terpikirkan adalah perempuan yg ditindas, tak punyak hak, dan dari itu harus diperjuangkan haknya. Sehingga lahirlah istilah kesetaraan, emansipasi, dan keadilan. Istilah-istilah tersebut sangat femiliar ketika kita menyebut atau menulis kata femisme di layar pencarian google.
Kata feminisme dlm KBBI bermakna gerakan wanita yg menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria. Feminisme berasal dari bahasa latin, Femina atau feminis yang merupakan kombinasi dari kata fe berarti iman dan Mina yang artinya kurang, jadi Femina artinya kurang iman. Persamaan ini membuktikan bahwa di barat perempuan dianggap sebagai yg kurang iman, dalam pemahaman tentang penemuan sekunder atau kedua setelah laki-laki. Kata "isme" berasal dari bahasa Yunani yang menandakan paham, pembicaraan atau kepercayaan. Sementara pengertian feminisme adalah sebuah gerakan yang dilakukan oleh kaum perempuan yang menuntut emansipasi atau menyetujui dan keadilan yang setara dengan para laki-laki. Orang yg mendukung dan memperjuangkan gerakan feminisme disebut feminis.
Feminis memperjuangkan kesamaan hak antara laki -laki dan perempuan yg biasa kita dengar atau baca dgn istilah kesetaraan gender.
Misal: hak perempuan mendapatkan waris, berpendidikan tinggi seperti laki-laki, bekerja seperti laki-laki.
Feminisme muncul pada awal abad ke 16. Gerakan ini bermula di dunia barat. Gerakan ini muncul karena di masa itu perempuan barat ditindas oleh laki-laki dalam keluarga, pemuka agama maupun penguasa. Mereka tidak memiliki hak waris, sekolah, bahkan bekerja. Perempuan dianggap pajangan dan pemuas nafsu.
Tiga gelombang dalam gerakan feminis
1. Edukasi: Skill domestik
2. Politik : Hak tubuh dll
3. Wanita vs laki-laki : Wanita dan laki-laki sama-sama dieksploitasi oleh sistem

Saint Paulus pun menilai bahwa perempuan adalah makhluk kelas dua, raja James 1 dari kerajaan Inggris memvonis banyak wanita adalah nenek sihir. Di Amerika, sewaktu mengisyaratkan deklarasi kemerdekaan 1776 telah menyebutkan "all man are created equal ( semua manusia diciptakan setara)"

Di Indonesia gerakan femisme tercium dr tahun 1920 yaitu dalam sastra emansipasi ditandai dengan hadirnya novel-novel terbitan balai pustaka.
Pada tahun 1928 ada kongres perempuan pertama di Jogja. Pada tahun 1935 kongres perempuan ke 2 di Jakarta. Kemudian yang sangat fenomenal adalah muncul tokoh RA Kartini dimana Kartini dikisahkan sangat terdzolimi, menjadi istri ke 2, menggugat poligami yg terjadi pada saat itu, mengisahkan pendidikan perempuan yg rendah lalu ia bergerak mengajari perempuan membaca dan terkenal lah Kartini sebagai tokoh feminis Indonesia.
Terdengar juga istilah patriarki dan Kartini dijadikan sebagai icon feminis indonesia.

Ada kah yang salah dengan perjuangan itu?
Tentu saja salah. Apa yg salah?
Suatu hal yang salah dari gerakan feminis adalah worldview nya.
Dimana worldview feminis meniadakan fitrah perempuan.
Salahnya (red. World view) adalah cara pandang laki-laki terhadap perempuan dan perempuan yang mengganggap bahwa dia harus sama dan setara dengan laki-laki. Fitrah perempuan adalah menjadi hamba yang sholihah, istri yang mematuhi suami( kecuali suami yang mengajak berpaling dari Allah) mendidik anak, taat kepada ortu dan bermanfaat bagi semesta.
Berbicara tentang hak, peran, dan tanggung jawab yang melekat pada laki -laki dan perempuan itu sebagaimana ia sebagai seorang manusia. Tak ada perbedaan. Sholat, puasa, zakat, dsb. Dalam islam, perbedaan peran dalam hal hak, peran dan tanggung jawab antara pria dan wanita semua itu di disebut adil.
Tentu saja Islam bukan feminis dan tidak ada feminis dalam Islam. Islam adalah Islam dan feminisme adalah feminisme. Dalam Islam, konsep adil berbeda dengan konsep setara maka dari Islam tidak pernah feminis/feminisme.
Terkait Kartini, itu tidak sebagaimana yg beredar. Sejarah Kartini tidak sampai disitu saja. Kartini dengan pemikirannya itu masih ada lanjutannya. Cerita Kartini itu berlanjut, Kartini muda bertemu dengam kiyai Soleh dara lalu belajar Al-Qur'an dari beliau. Pemikirannya mulai berubah. Perjuangan mencerdaskan perempuan itu terus berlanjut, tetapi tidqk lagi dengan tuntutan bahwa perempuan juga harus setara dgn laki-laki karena memang perempuan harus cerdas. Ada kesalapahaman terkait Kartini yg tidak kerudungan. Hal tersebut karena ia belum sempat belajar ayat yang berkaitan dengan aurat keburu kiyai Soleh dara meninggal. Hal ini seakan terkubur oleh kaum feminis.



Penyampaian Materi Oleh Pemateri Pertama Lata Mau Sandi



MEMAKNAI KEMBALI RELASI GENDER DALAM ISLAM

Tanggapan terhadap Fenomena Feminisme di Kalangan Masyarakat Islam Kontemporer
Lata Mau Sandi
Disampaikan pada diskusi daring bertema “Islam dan Feminisme” diselenggarakan oleh Korwil PII Wati Nusa Tenggara Barat. 11 Dzulqo’dah 1441H / 03 Juli 2020 M


Wacana tentang perempuan dan relasinya terhadap laki-laki memang sebuah bahasan yang dinamis. Perempuan dalam perlintasan sejarah memang selalu dikaitkan dengan mitos dan stereotype yang pada akhirnya memojokkan peran dan posisinya. Budaya menstrual taboomisalnya, yang telah melekat pada banyak pola piker masyarakat, yang bahkan hingga kini masih bertahan, mampu membuat sebuah tatanan kehidupan yang mendiskreditkan perempuan.
Perlakuan yang tidak sama antara perempuan dan laki-laki secara nyata dan terjadi dalam banyak lintasan sejarah. Penyebab utamanya adalah pandangan “sebelah mata” terhadap perempuan (misogyny)2 yang telah mengejawantah dalam berbagai ranah nilai masyarakat, kebudayaan, hukum, bahkan politik. Akibatnya, muncul pemisahan peran laki-laki yang pada awalnya hanya didasarkan kepada perbedaan biologis saja, kemudian merambah pada sector domestic dan publik. Perempuan lebih dinisbatkan kepada berbagai urusan domestic, sedangkan laki-laki yang lebih pantas untuk mengambil peran-peran publik.
Penindasan yang terus menerus dan bahkan dilegitimasi oleh banyak institusi masyarakat, pada akhirnya menimbulkan gerakan fenimisme. Secara sederhana, feminisme adalah sebuah gerakan pembebasan perempuan dari ideology maskulinitas yang melakukan penindasan atas nama gender. Gerakan ini menghendaki bahwa perempuan harus setara serta memiliki peran dan sama dengan laki-laki.

Feminisme dalam Lintasan Sejarah: Sebuah Respon atas Realitas Sosial

Meskipun embrio wacana tentang Feminisme telah terjadi sejak lama, paham ini mulai menampakkan eksistensinya pada era Liberalisme dan saat terjadinya Revolusi Perancis pada abad ke XVIII yang gemanya melanda ke Amerika Serikat hingga seluruh dunia. Mary Wollstonecraft pada tahun 1972 menulis sebuah karya tulis berjudul "Vindication of the right of women"3, yang
isinya dapat dikatakan meletakkan dasar prinsip-prinsip feminisme di kemudian hari.Pada tahun- tahun 1830-1840-an sejalan dengan pemberantasan praktik perbudakan, hak-hak kaum perempuan mulai diperhatikan, jam kerja dan gaji kaum ini mulai diperbaiki, mereka

1Secara lengkap tentang Menstrual Tabo baca Roos Poole, Moralitas dan Modernitas, (Yogyakarta: Kanisius, 1993), 67.
2Sikap misogini adalah kegusaran laki-laki atas derajat keberadaannya yang dipersamakan dengan perempuan. lebih lanjut lihat Fatima Mernisi, Woman and Islam, (London: Basil Blackwell, 1991), 49 dan 62
3Dalam karya tulisnya itu, Mary mengecam berbagai bentuk diskriminasi terhadap perempuan, menuntut persamaan hak bagi perempuan, baik baik dalam pendidikan maupun politik. Lebih jauh baca, Syamsudin Arif "Menyikapi Feminisme dan Isu gender", dalam http://www.insistnet.com/content/view/32/29/.
diberi kesempatan ikut dalam pendidikan dan diberi hak pilih, sesuatu yang selama ini hanya dinikmati oleh kaum laki-laki.
Adapun feminisme sebagai gerakan, mulai muncul sekitar akhir abad ke 19 dan awal abad-20 di Amerika. Gerakan ini difokuskan pada isu untuk mendapatkan hak memilih yang dahulu hanya diperoleh oleh kaum laki-laki (the right to vote). Barulah pada tahun 1960-an, bersamaan dengan terbitnya buku Betty Frieden yang berjudul "The Feminine Mystique" gerakan feminisme mendapatkan momentum. Dari gerakan inilah muncul satu kesadaran baru, terutama bagi kaum perempuan bahwa peran tradisionalnya ternyata menempatkan perempuan pada posisi yang tidak menguntungkan, yakni apa yang disebut sebagai sub-ordinasi perempuan.
Diawali pada fase inilah, pada selanjutnya muncul teori-teori feminis mulai Feminisme Liberal, Feminisme Sosialis, hingga Feminisme Radikal.4 Feminisme Liberal didasari oleh sebuah kritik bahwa penyudutan perempuan pada ranah publik menyebabkan ketergantungan mereka kepada laki-laki, secara psikologis dan ekonomi.5 Paham ini sukses membuat perempuan untuk masuk kepada sektor publik dan kebebasan dalam bereknomi. Feminisme Sosialis mengkritik ketimpangan upah dan jam kerja antara buruh laki-laki dan perempuan, yang diakibatkan oleh pandangan unequal tentang kualitas laki-laki dan perempuan.6 Sedangkan Feminimisme Radikal7 adalah sebuah gerakan yang ingin mereskontruksi secara mendasar sistem gender yang patrialkal dan membangun sebuah tatanan baru di mana perempuan dan laki- laki berada pada satu posisi yang sama di semua bidang.
Semua aliran fenimisme tersebut beserta turunannya yang berkembang, meskipun muncul dari motif yang berbeda, namun semua muncul atas realitas sosial yang tidak adil. Feminisme menolak perbedaan hakekat perempuan dan laki-laki yang terlihat secara intrinsik. Mereka mempercayai bahwa perbedaan gender adalah sebuah kontruksi sosial. Maka kontruksi sosial yang tidak menguntungkan harus dilawan. Tidak heran jika semua paham feminisme tersebut diawali dengan membongkar sistem sosial yang patrialkat.

Feminisme dan Memaknai Kembali Relasi Gender dalam Islam

Kata “Gender” berasal dari Bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin (sex), atau kesetaraan gender diistilahkan dengan Gender Equality. Meskipun begitu kata sex dan gender sering dipergunakan secara rancu dan bias. Baru ketika maraknya gerakan feminisme, mereka mendefinisikan sex dan gender sebagai konsep yang berbeda. Sex adalah keadaan biologis yang bersifat kodrati dan pemberian Tuhan, sehingga tidak dapat dipertukarkan secara permanen. Sedangkan gender adalah hasil produk budaya dan sosial, tidak ada kaitannya dengan kecenderungan biologis sehingga dapat dipertukarkan.
Asumsi dasar inilah yang dijadikan oleh kaum feminis dalam memperjuangkan apa yang mereka percaya. Mereka menggunakan teori nurture, bahwa peran gender adalah bentuk kotruksi sosial (nurture) dan bukan alamiah atau kodrati (nature). Sehingga pada hakikatnya peran

4 Rosemarie Tong, Feminist Tought, a More Comperhensive Introduction (Colorado: Westview Press, 2009) hal.1
5 Ibid
6 Ibid
7 Ibid
gender adalah netral, sama antara laki-laki dan perempuan. Jika sifat kenetralan ini dilanggar, maka akan terjadi ketimpangan, dalam hal ini adalah ketimpangan antara laki-laki dan perempuan.8
Konsep tersebut secara umum memberikan ilusi kebenaran, menawarkan sebuah solusi yang adil, bahwa peran gender antar laki-laki dan perempuan memang seharusnya sama. Akan tetapi, kesalahan utama para kaum feminis adalah: mereka mendefiniskan kesetaraan gender sebagai sesuatu yang diukur secara kuantitas. Bahwa peran antara laki-laki dan perempuan harus setara secara jumlah di sektor manapun. Hal ini tidak mengherankan, karena lahirnya pemahaman feminis berasal dari realitas sosial materialistis: bagi mereka sebuah pencapaian dikatakan baik jika dapat diukur secara material dan dapat mendatangkan kepentingan duniawi.
Cara pemikiran yang hanya mengedepankan logika (mantiq) inilah yang bertentangan dengan konsep dalam Islam. Mereka menyepakati bahwa kesetaraan adalah jika masing-masing gender mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Padahal pemahaman seperti ini menyebabkan relasi gender antara laki-laki dan perempuan berwajah layaknya class struggle. Maka tidak heran jika pada akhirnya muncul penolakan-penolakan atas feminisme ini. Bahkan penolakan ini mengakibatkan pertikaian yang tidak berkesudahan antara kaum maskulin dan feminim.

Relasi antar gender seharusnya dimaknai dengan kesamaan kualitas. Memang benar, Islam memandang bahwa laki-laki dan perempuan itu setara, dan bahwa Allah secara umum memberikan hak dan kewajiban yang sama antara laki-laki dan perempuan. Karenanya, Islam memberikan beban hukum (taklif syar’i) yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam hal wajibnya sholat, puasa, zakat, haji, amar ma’ruf nahi munkar, dan sebagainya. Ini ketentuan secara umum. Namun, Islam menetapkan adanya takhshish (pengkhususan) dari hukum-hukum yang bersifat umum, jika memang terdapat dalil-dalil syar’i yang mengkhususkan suatu hukum untuk laki-laki saja atau untuk perempuan saja. Dan takhshish harus proporsional, yakni hanya boleh ada pada masalah yang telah dijelaskan oleh dalil syar’i. Kaidah Ushul Fiqih menetapkan :

Al ‘aam yabqa ‘ala ‘umumihi ma lam yarid dalil at takhshish.”

“Lafazh umum tetap dalam keumumannya selama tidak ada dalil yang mengkhususkannya.”

Maka dapat diterima jika Islam mengkhususkan hukum-hukum kehamilan, melahirkan, menyusui hanya untuk perempuan saja. Dan itu bukanlah sebuah konstruksi sosial yang dibuat- buat.
Pengkhususan peran gender dalam Islam tidak bertujuan untuk memojokkan peran tertentu, karena tolok ukur peran dalam Islam didasarkan pada kualitas. Tidak pada tujuan-tujuan kuantitas yang diukur pada kecapaian materialis saja. Sebagaimana firman Allah ta’ala:



8 Ratna Megawangi, Membiarkan Berbeda? Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender (Bandung: Mizan 1995), hal.95.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.” (QS Al Hujuraat : 13).

Allah SWT berfirman:

(Allah) yang menjadikan mati dan hidup supaya Dia menguji kamu siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS Al Mulk : 2)

Dalam ayat di atas Allah menyatakan bahwa hikmah penciptaan hidup dan mati adalah, Dia menguji kita siapakah di antara kita yang ahsanu ‘amala (lebih baik amalnya)bukan aktsaru ‘amala (yang lebih banyak amalnya)Jadi yang dinilai Allah adalah tingkat ihsan (kebaikan) dari suatu amal atau kualitas amal, bukan kuantitas amal.

Dalam sejarahnya, Islam merupakan agama pembebasan. Pembebasan terhadap ketidaksetaraan yang menyebabkan kerugian. Islam hadir di tengah masyarakat Arab yang tidak hanya tribal oriented (berorientasi kabilah) akan tetapi juga male oriented. Posisi perempuan pada saat itu hampir tidak ada, bahkan mempunyai anak perempuan berarti aib. Islam datang mendobrak dengan sangat jelas, memerintahkan syukuran aqiqah terhadap anak perempuan di tengah budaya masyarakat yang bahkan dihalalkan untuk mengubur bayi perempuan hidup- hidup. Bagaimana masyarakat yang tidak mengenal konsep waris dan saksi perempuan, tiba-tiba disyaratkan untuk untuk membagi waris terhadap perempuan dan membolehkan ada saksi perempuan.

Maka jelas perlakuan perempuan dalam masyarakat Islam sangat berbeda dengan realitas sosial di Barat. Feminisme adalah paham yang berasal dari realitas sosial yang murni lahir atas sebuah penindasan. Sedangkan Islam justru datang untuk membebaskan, maka konsep feminisme tidak cocok dengan konsep Islam. Karena Feminisme cenderung mempertentangkan konsep kesetaraan gender secara kuantitas peran, sedangkan Islam mengharmoniskan keduanya melalui relasi gender yang didasarkan pada kualitas. Wallahu ‘alam bis shawaf.

Epilog: Kritik terhadap Feminis Muslim

Feminis muslim berupaya untuk memberikan dalil-dalil syar’i sebagai pembenaran terhadap apa yang mereka percayai. Namun mereka hanya mengambil konsep yang mempunyai makna “Kesetaraan Gender” secara kuantitas saja. Adapun dalil yang tidak sesuai dengan konsep logis feminisme berusaha “ditakwilkan” sedemikian rupa agar maknanya sesua dengan konteks sosial yang diharapkan feminisme.
Metode penafsiran yang terkesan memaksa ini lantas menundukkan dalil syar’i pada konteks sosio-historis, sama seperti metode Hermeneutika terhadap kritik Bible di kalangan masyarakat Barat. Hal ini memaksa untuk membuat sumber hukum yang sesuai dengan realitas yang terjadi. Sehingga jika realitas sosial menghendaki kemudharatan, maka hukumnya harus mengakomodir hal tersebut (contohnya kampanye LGBTQAI+ yang sekarang sedang marak). Hal ini bertentangan dengan konsep Ushul Fiqh dalam Islam, yang mana sumber hukum didasarkan pada wahyu yang telah tetap. Dalam islam realitas sosial adalah sebuah fakta yang terjadi, yang atas kepadanya hukum ditetapkan (manathul hukmi). Apabila realitas sosial yang
terjadi tidak berubah, maka ketetapan hukumnya sama. Jika realitas sosial berubah, maka bukan hukumnya yang kemudian dihapus atau diubah, akan tetapi harus melakukan Ijtihad untuk menggali lagi sumber hukum Islam. Sehingga tidak akan terjadi penghalalan sesuatu yang pada dasarnya haram, dan sebaliknya. Ummat Islam adalah ummat terbaik yang tidak seharusnya tenggelam dalam paham-paham materialisme, maka tugas kita bersama untuk mengembalikan pemahaman yang benar dan mendasar atas segala realitas sosial yang terjadi termasuk menempatan kembali relasi gender sesuai dengan fitrah manusia yang dikehendaki Allah SWT.


  1. Sesi Tanya Jawab
Pertanyaan01_Fitriani Huni_
Hal ini sering diperbincangkan oleh kalangan feminisme, hak waris antara laki-laki dan perempuan. Ketika laki-laki mendapatkan setangah dari warisan maka perempuan juga harus mendapatkan setengah hak waris juga?
Kenapa Wanita mendapatkan warisan lebih sedikit?. Hal ini menarik juga dibahas karena perkara harta selalu menjadi sensitif. Laki-laki diberikan tanggung jawab terhadap ibu, istri, anak-anaknya dan juga saudara perempuannya. sedangkan wanita tidak mempunyai taggungjawab dalam menafkahi, sehingga harta warisan yang dimiliki oleh wanita menjadi milik dia sepenuhnya sedangkan seorang laki-laki harus menyalurkannya untuk menyempurnakan tanggung jawabnya. Jadi kenapa menyusahkan ketika Allah memudahkan? :) Tetapi Islampun tidak melarang seorang wanita membantu suaminya namun tidak meninggalkan kewajibannya sebagai seorang istri.
Menurut saya kenapa harus dipersulit?
Ini pandangan saya tentang hak waris.

Dan menurut pemateri pertama, apakah sejarah RA kartini begitu adanya? Saya pernah membaca surat2 beliau kepada teman2 belandanya. Kartini menuntut pendidikan yang sama dengan laki-laki untuk mendidik anak-anak mereka bukan untuk menyaingi laki-laki. Perempuan diminta cerdas bukan untuk menyaingi laki-laki tapi untuk mencerdaskan anak-anak mereka .

Dan untuk pemateri kedua, anda menjelaskan tentang konsep feminis secara kuantitas dan kualitas. Secara kuantitas anda menolak tentang paham ini, pertayaan saya, bagaimana jika konsep ini ditarik secara kualitas, apakah anda tetap menolak ?

Mohon maaf agak panjang

Jawaban pemateri 1 Yanti Febrianti
Bagus. Ngak harus dipersulit. Silakan saja kalo istrinya ridho dan suaminya juga ridho menerima bantuan istrinya.
Terkait dengan sejarah Kartini, Kartini sendiri worldview nya saat itu belum Islam utuh. Benar memang, namun ketika itu terus dipenuhi maka kebablasan di dapatkan. Di materi saya jelaskan terkait dengan perkembangan gerakan feminisme.
Saat ini gerakan feminisme sudah kebablasan karena memang lahirnya gerakan ini atas dasar kesalahan worldview.

Jawaban pemateri 2 Lata Mau Sandi
Pada dasarnya, dalam diskusi ini ketika membahas islam dan feminisme dalam perspektif islam, maka world view atau pandangan yang kita gunakan adalah sudut pandang islam . Maka dari itu, artikel yang saya share kepada teman-teman adalah bagaimana islam menanggapi hal tersebut. Disitu saya tidak mengklasifikasikan feminisme menurut kualitas dan feminisme menurut kuantitas. Karena pada dasarnya akar cara berpikir feminisme itu berasal dari paham materialis yang berasal dari sejarah realita sosial yang sangat buruk dari dunia barat. Kita ketahui bahwa realita sosial di dunia barat pada saat abad pertengahan adalah disiksanya atau didiskriminasi wanita, sehingga wanita menginisiasi gerakan untuk memberontak kaum maskulinitas melalui gerakan feminisme ini. Akan tetapi, tujuan-tujuan atau goal-goal dari feminis itu sendiri adalah tujuan yang dalam pandang islam yakni tujuan dalam kuantitas saja. Contohnya yang paling sederhana adalah yang saudari Fitriani Huni contohkan itu, tentang waris.
Kaum feminis yang didasarkan dalam paham materialis menggunakan worldview yang tidak benar memahami waris hanya sebatas jumlah angka yang hanya setara saja. Padahal dalam sudut pandang islam, sebuah kebaikan, kebenaran, dan kesalahan tidak dihitung oleh angka-angka. Akan tetapi dihitung oleh seberapa baik dan seberapa bagus kualitas amal seseorang di depan Allah Subahanahu Wa Ta'ala . Maka istilah feminisme tidak ada sama sekali dalam islam karena semangat feminisme tidak sesuai dengan semangat-semangat yang didoktrinkan oleh islam
Justru ia bertentangan, karena semangatnya hanya semangat semangat materialis saja. Banyak sekali contohnya, selain contoh waris. Seperti contoh upah kerja, hak di publik dan domestik, dll pada artikel yang saya jelaskan tadi.

Maka jika ditanyakan, "Bagaimana jika feminisme ini ditarik secara kualitas?"
Mari silakan kita cari bersama-sama feminisme yang ditarik secara kualitas ini seperti apa. Karena pada kenyataannya tidak ada dan dalam konteks perspektif worldview islam. Akan tetapi, kita mungkin terjebak pada ilusi-ilusi bahwa feminisme ini juga menuntut kualitas. Ketika kita bedah lagi, feminisme hanya menuntut materialisme saja. Maka feminisme yang muncul sampai sekarang tidak membawa kedamaian dan juga tidak kemudian menyebabkan sebuah kesepakatan antar relasi gender, hasilnya malah muncul perlawanan atas feminisme ini. Hal ini kenapa? Karena feminisme disampaikan dengan cara yang tidak tepat dan tentu saja karena dari dasarnya sudah bermasalah. Maka alternatif yang ditawarkan adalah bagaimana kita memahami kembali relasi gender antara laki laki dan perempuan menurut islam, bawasannya islam menempatkan beban syari yang sama, baik kepada laki laki maupun perempuan. Kewajiban-kewajiban beribadah, berdakwah, dll . Akan tetapi, islam juga tidak menapik bawasannya gender itu bukan hanya realita sosial . Akan tetapi, ia adalah suatu yang instrinsik. Sesuatu yang bisa diliat secara biologis. Maka dari itu, islam mempunyai hukum-hukum khusus yang didasarkan terhadap hukum syari. Misalnya ada hukum-hukum yang dibebankan kepada perempuan, contohnya tentang menyusui, hamil, melahirkan, ibu rumah tangga, dll. Ada juga yang hanya dibebankan kepada laki-laki, itu adalah hukum yang sebaliknya. Hukum ini bukan untuk memojokkan laki-laki ataupun perempuan. Hukum ini memberikan prosi yg proporsional kepada laki-laki dan perempuan, lalu puncaknya adalah ridho Allah Subanahu Wa Ta'ala.


Pertanyaan02_Jihan Zahra_
Saat ini banyak pemikiran termasuk feminisme menyerang pemikiran umat Muslim. Maka tak jarang pula kita pendengar ada gerakan feminisme Muslim. Ini yang biasanya dijadikan landasan bagi teman-teman muslimah yang mungkin masih awam terkait feminisme dan secara tidak sadar mengikuti arusnya. Beberapa hal yang telah jelas, dibuat seakan merupakan sebuah khilafiyah yang diperdebatkan kembali, misalnya isu soal Imam shalat perempuan (yang setau saya sampai dengan detik ini masih dipraktikkan oleh salah satu pengusung feminisme) ataupun yang baru baru terdengar, diskusi 'khilafiyah' soal boleh atau tidaknya seorang wanita berpuasa Ramadhan saat haid dan masih banyak hal lainnya, terlebih mereka 'menggunakan' dan 'memelintir dalil' sehingga itu kelihatan seperti sesuatu yg fine-fine aja. Ataupun soal hak waris dsb, yang sebenernya aturan waris dari agama Islam tersebut justru mengangkat martabat seorang wanita yang sebelumnya sama sekali tidak mendapatkan hak dan justru menjadi hal yang diwariskan (di peradaban jahiliyah manapun itu setau saya). Menurut mbak mas pemateri, bagaimana upaya yang bisa dilakukan untuk menjawab, mengcounter, mengatasi hal seperti ini? Jazakumullahu khayr

Jawaban dari Pemateri 1 Yanti Febrianti
Feminisme adalah gerakan perjuangan faham/ideologi/kepercayaan yang diserangnya juga adalah ideologi/kepercayaan/faham atau sederhananya adalah sudut pandang maka harus kita lawan dengan hal yg serupa yaitu ilmu(kata ustadz Akmal Sjafril: dosen sejarah islam)

Jawaban dari Pemateri 2 Lata Mau Sandi
Kita perlu mendudukkan feminisme secara radikal atau maksudnya secara mendasar. Lalu kita mengetahui pula darimana sebabnya dan darimana istilah ini muncul. Tentu saja ini akan memberikan ilusi ketika orang-orang mencoba mencampur adukkan feminisme dan islam.
Sudah jelas bahwa feminisme berasal dari realita sosial yang bermasalah. Sedangkan islam berasal dari wahyu yang diturunkan oleh Allah. Hukum dalam feminisme dan berbagai paham barat harus mengikuti keinginan realita sosial, sedangkan hukum dalam islam realita sosial, fakta-fakta sosial adalah objek dari pengambilan hukum itu sendiri. Maka hukum dalam islam harus mengikuti sumber-sumber dan dalil-dalil yang diturunkan Allah Subahanahu Wa Ta'ala . Dalam menghadapi hal ini, kita tau bahwa banyak feminis-feminis yang memelintir dalil. Nah ini karena metode yang digunakan oleh kaum feminis dalam memaknai hukum-hukum islam adalah metode yang berasal dari realita sosial itu sendiri. Ini tidak bisa digunakan dalam metode islam sama sekali .
Maka dari itu, karena berasal dari realita sosial, kaum feminis hanya mempersoalkan hal-hal yang berbau materialisme . Mereka tidak menyadari bawasannya dalam islam konteks kesetaraan itu diukur dengan istilah ahsanu amala (amalan yang terbaik) dihadapan Allah Subahanahu Wa Ta'ala. Bukan aktsaru amala (amalan yang banyak) . Dalam islam itu bukan masalah banyak-banyakan bagaimana peran laki-laki dan perempuan ada di publik, domestik, dan sektor-sektor lainnya. Akan tetapi, bagaimana seorang muslim bisa menempatkan suatu hal yang kecil dengan niat yang tulus hanya mengharapkan ridho Allah Subanahu Wa Ta'ala maka itu adalah suatu hal yang yang besar. Hal ini yang perlu diluruskan oleh kaum-kaum feminis muslim.
Feminis dan islam adalah suatu hal yang sangat berbeda. Dasarnya beda, kerangka epistimologinya beda, dan tujuan-tujuannya juga berbeda. Maka istilah feminis muslim atau feminisme islam itu seharusnya tidak ada. Dia bagaikan minyak dan air yang tidak dapat disatukan. Maka menggabungkan keduanya adalah suatu hal yang sia-sia dan justru jatuhnya adalah orang-orang yang berusaha menggabungkan haq dan bathil mereka hanya akan terjebak dalam bayang-bayang kebenaran dan bayang-bayang ilmu pengetahuan. Istilah Syed Muhammad al Naquib Al Attas adalah orang seperti itu terjebak dalam shadow of knowladge , terjebak dalam bayangan saja. Orang yang terjebak dalam bayangan, ia akan menganggap bayangan dan ilusi itu adalah suatu hal yang benar. Padahal ia adalah suatu hal yang fana dan tidak bisa ditangkap. Jika sudah seperti ini, orang-orang yang menganggap benar mereka akan mengalami split dalam dirinya. Mereka akan senantiasa gamang karena tidak berdiri dalam kebenaran yang nyata. Maka kita perlu memproteksi diri, kita perlu tau setiap paham yang ada di sekitar kita perlu dibongkar, diketahui, dan dipelajari secara radikal dalam konteksi cara pandang islam.

  1. Penutup
Kajian ditutup oleh moderator pukul 22.30 WITA





Mataram, 5 Juli 2020



Notulis
(Elin Paramiswari)

Share with your friends

DONASI SEKARANG Donasi anda akan digunakan untuk kepentingan dakwah melalui PW PII NTB seperti mendanai kegiatan PII, perpanjang domain dan optimalisasi website. Jazakumullahu Khairan.

STRUKTUR ORGANISASI

ARI SEPTIAWAN

Ketua Umum Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia Nusa Tenggara Barat Periode 2023-2025

GINA HAEROUMMAH

Ketua I Bidang Kaderisasi

AHMAD FAHREZI

Ketua II Bidang Pengembangan dan Pemberdyaan Organisasi

ARYA NAQSABANDI

Ketua III Bidang Komunikasi Ummat

ABIYYUZAKI SYUKRON

Sekretaris Umum

IKHSAN MAULANA

Bendahara Umum

UMMARROH ANSYARIAH

Ketua BO KOORWIL PII Wati

SAFIRA RAHMAH

Sekretaris dan Bendahara BO

BAIQ RIA HIDAYATI

Kadiv Kajian Isu Strategis dan Eksternal

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done