STRATEGI PEMBERANTASAN KORUPSI MELALUI SISDIKNAS (Pemberantasan Korupsidi Indonesia Pendekatan Preventif Partisipatif) - PII NTB
News Update
Loading...

Rabu, 01 Juli 2020

STRATEGI PEMBERANTASAN KORUPSI MELALUI SISDIKNAS (Pemberantasan Korupsidi Indonesia Pendekatan Preventif Partisipatif)


Pendahuluan

Indonesia merupakan negara kaya. Kaya akan barang tambang dan mineral, tumbuhan (biodiversitas), dan makhluk hidup (hewan). Berdasarkan letak geografi yang strategis dan keanekaragaman Sumber Daya Alam (SDA) maka Indonesia merupakan megadiversitas tertinggi di dunia. Keseluruhannya kekayaan alam tersebut dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia. Tetapi, sampai saat ini masyarakat Indonesia tidak pernah secara maksimal mendapatnya.

Salah satu penyebabnya adalah tidak adanya pemerataan hasil kekayaan negara disebabkan oleh oknum yang dengan sengaja mengalihkan kekayaan tersebut untuk kepentingan pribadi  atau golongan, yang sering disebut sebagai tindak kriminal korupsi.

Korupsi dengan berbagai definisi dan manifestasinya telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan sejarah negeri yang bernama Indonesia. Rakyat Indonesia sudah sangat lelah mendengar dan membicarakannya.

Seringkali korupsi dilakukan tidak secara personal, tetapi dilakukan secara kolektif, struktural, dan sistemis. Sehingga secara tidak langsung korupsi lambat laun menjadi sebuah budaya. Fenomena itu pun terjadi di Indonesia, sehingga diperlukan strategi pemberantasan korupsi secara kolektif, struktural, dan sistemis.




Latar Belakang

Di dalam hiruk-pikuk masyarakat dunia termasuk di Indonesia dewasa ini terjadi tindak kriminal yang sudah membudaya dan sangat kronik.

Suatu tindakan dapat digolongkan korupsi, kalau tindakan itu merupakan penyalahgunaan sumber daya publik, yang tujuannya untuk memenuhi kepentingan pribadi atau kelompok.[1]

Hasil survei (3/3/2004) Political And Economic Risk Consultacy Ltd. (PERC) menyatakan bahwa korupsi di Indonesia menduduki skor 9,25 di atas India (8,90), Vietnam (8,67), Filipina (8,33), dan Thailand (7,33). Artinya, Indonesia masih menjadi negara terkorup di Asia. Apabila banyak upaya baik tingkat legislatif, yudikatif, dan eksekutif untuk memberantas korupsi. Maka timbul pertanyaan apakah korupsi telah membudaya? Mampukah Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) dijadikan strategi pemberantasan korupsi di Indonesia?

Merujuk pada permasalahan tersebut dan fenomena yang berkembang selama ini, maka kajian ini dipikir penting untuk mendeskripsikan dan dijadikan salah satu strategi pemberantasan korupsi di Indonesia.



Korupsi Membudaya

            Istilah korupsi berasal dari bahasa Latin, corruptio, corruptus. Berarti suatu perbuatan buruk, busuk, bejat, dapat disuap, tidak bermoral. Dalam Bahasa Arab dikenal dengan istilah riswah, artinya penggelapan, kerakusan, amoralitas, dan segala penyimpangan kebenaran.[2]

Sejelas itu definisi harfiahnya, namun tidak semudah itu upaya pemberantasannya. Kesulitan pemberantasan ini karena dua sebab. Yang pertama korupsi yang telah membudaya, sebab kedua adalah penanganan korupsi ini yang tidak dilakukan secara sistemik dan sejak dini –melalui pendidikan-.

Adapun yang disebut kultur atau kebudayaan dalam kehidupan manusia itu adalah sesungguhnya suatu fenomena dalam kehidupan manusia yang sungguh partikular sifatnya.[3] Relativisme kultural inilah yang menjelaskan kenyataan, bagaimana praktik dan praksis dalam pengalaman suatu bangsa tertentu sangat dipujikan sebagai aset fungsional bagi ketertiban dalam kehidupan setempat, tetapi dipandang amat tercela sebagai perusak sendi-sendi kehidupan.[4]

Relativitisme kultural seperti itu –juga dalam hubungannya dengan persoalan ‘korupsi’- tercontohkan juga dengan kenyataan bahwa di negeri-negeri Timur ini tidak terdeteksi adanya kata-kata yang berpadanan dengan kata ‘korupsi’ terhadap perilaku pengembangan kekuasaan negara yang mengambil keuntungan dari jabatannya itu.[5]



Akar Masalah

Budaya korupsi bisa terjadi karena berbagai latar belakang. Di antara penyebabnya adalah: pertama, kelemahan pemimpin untuk mencegah dan memberikan ketauladanan yang baik.[6]

Kedua, kelemahan pengajaran agama dan etika.[7]

Ketiga, budaya kolonialisme yang mendarah daging dan terpatri dalam benak dan perilaku masyarakat kita. Budaya kolonial yang cenderung mempraktikkan hegemoni dan dominasi, menjadikan orang Indonesia juga tega menindas bangsanya sendiri lewat perilaku korupsi.[8]

Keempat, tidak adanya penegakan hukum yang tegas dan memberatkan.[9] Penegakan hukum serta pengusutan secara tuntas dan adil terhadap tindak korupsi memang harus dilaksanakan dan ditegakkan tanpa pandang bulu.[10]

Kelima, struktur pemerintahan yang justru menumbuhkan lingkungan subur untuk korupsi. Birokrasi yang sentralistik dan banyak mentenderkan proyek pembangunan, adalah sesuatu yang jelas terpanjang di depan mata.[11]



Strategi Pemberantasan Pendekatan Pendidikan

Proses pendidikan merupakan suatu proses pembudayaan dan membudaya. Jika korupsi merupakan suatu gejala kebudayaan dalam masyarakat Indonesia maka adalah tanggung jawab moral pendidikan nasional untuk membenahi pendidikan nasionalnya sebagai upaya pemberantasan korupsi. Korupsi adalah pelanggaran moral dan oleh sebab itu merupakan bagian dari tanggung jawab dari sisi moral dan sisi akademis dari pendidikan nasional untuk memberantasnya.[12]

Selain UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Kriminal Korupsi, diperlukan juga aturan pendukung sebagai bagian dari sistem di Indonesia yang diarahkan sebagai usaha preventif dan partisipatif dalam pelaksanaannya yaitu SISDIKNAS.[13] Hal ini berarti SISDIKNAS selain bertujuan seperti yang telah dirinci dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, perlu secara eksplisit ditujukan kepada pencapaian tujuan-tujuan untuk menghilangkan ketimpangan-ketimpangan yang ada dalam masyarakat. SISDIKNAS haruslah secara proaktif menciptakan suatu masyarakat yang demokratis; dan lembaga pendidikan haruslah menegakkan disiplin, disiplin dalam kehidupan: bernegara, dalam masyarakat yang pluralis dan multikultural.[14]

Selain itu SISDIKNAS hendaknya menjadi alat untuk mengoreksi agar arah kehidupan masyarakat Indonesia tidak terlalu berorientasi kepada kepentingan ekonomi.[15] Sebagai salah satu lembaga kebudayaan yang penting, SISDIKNAS haruslah bersih dari segala bentuk korupsi. Salah satu cara untuk melaksanakannya memang sudah dimulai dengan peningkatan partisipasi masyarakat di dalam pelaksanaan dan manajemen SISDIKNAS, dengan adanya Komite Sekolah, Dewan Sekolah dari tingkat kabupaten sampai nasional.[16] Semua ini upaya untuk mencegah korupsi dengan meningkatkan kontrol masyarakat terhadap pelaksanaan SISDIKNAS agar terhindar dari penyalahgunaan kekuasan baik oleh pemerintah maupun masyarakat sendiri.[17]

Dengan demikian diharapkan strategi pemberantasan korupsi di Indonesia melalui SISDIKNAS beserta organ-organ pelaksananya –dari tingkat daerah sampai nasional- mampu membendung dan memberantas korupsi secara kolektif, struktural dan sistemis. Wa’Allahu Alam.



Ditulis Oleh Rusydi Hikmawan (PW PII NTB 2007-2009) pada 23 Oktober 2007


DAFTAR PUSTAKA

Penulis adalah Mahasiswa Universitas Mataram, FKIP Program Studi D2 PGSD.

[1] SOMASI, Mencabut Akar Korupsi (Mataram: SOMASI, 2003), 2.

[2] Ibid.

[3] Soetandyo Wignjosoebroto, “Korupsi Sebagai Masalah Sosial-Budaya”, Jurnal Dinamika Masyarakat (Jakarta: Ristek, 2004), 274.

[4] Lihat juga M.A. Shomali, Relativisme Etika, ter. Zaimul Am, (Jakarta: Serambi, 2005), 31.

[5]Soetandyo, Korupsi..., 275.

[6] Ahmad Fuad Fanani, Dekonstruksi Budaya Korupsi, www.suaramerdeka.com, 18 Agustus 2005. Lihat juga Evi Hartani, Tindak Pidana Korupsi (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), 11.

[7] Hartani, Tindak..., 11. Lihat juga Al Ghazali, Peringatan Bagi Penguasa: Agar Kekusaan Tidak Menjadi Korup, ter.  M. Yudhi R. Haryono (Jakarta: Hikmah, 2001), 15.

[8] Di masa lalu kasus korupsi menimpa para politisi-birokrat dari kalangan berbasis massa tradisional. Mereka beranggapan sebagai priayi yang berperan sebagai patron dan memiliki hak atas fasilitas-fasilitas negara. Lihat Irsyad Zamjani, Abad Korupsi,  Kompas, 8 November 2005.

[9]Dalam rangka pemberantasan korupsi diperlukan jaksa-jaksa yang khusus dilatih membongkar tindak pidana korupsi,  dan memelopori agenda pemberantasan korupsi. Lihat Frans H. Winarta, “Pemberantasan Korupsi Perlu Penegak Hukum Yang Bersih”, Jurnal Dinamika Masyarakat (Jakarta: Ristek, 2004), 374.

[10] Musa Asyarie, Budaya Korupsi dan Dekonstruksi Sosial, Kompas, 28 Januari 2005.

[11] Sebuah jejaring korupsi yang sempurna melibatkan para elit kekuasaan. Pucuk pimpinan eksekutif, elit partai politik, petinggi lembaga peradilan dan kalangan bisnis. Lihat SOMASI, Mencabut…, 62-68.

[12] H.A.R. Tilaar, “Pemberantasan Korupsi Melalui Pendidikan”, Jurnal Dinamika Masyarakat (Jakarta: Ristek, 2004), 321.

[13] Strategi ini menekankan pada penghayatan nilai murni, pencegahan korupsi, dan peningkatan sistem supervisi dalam penegakan UU. Lihat Prof. Dr. Jur. Andi Hamzah, Perbandingan Pemberantasan Korupsi Di Berbagai Negara (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), 39. Lihat juga Ace Suryadi dan H.A.R. Tilaar, Analisis Kebijakan Pendidikan (Bandung: Rosdakarya, 1994), 191.

[14] Tilaar, Pemberantasan...., 331.

[15] Kritik penekanan terlalu besar pada standarisasi dalam meningkatkan mutu pendidikan yang bertolak pada tuntutan kompetitif dalam pasar bebas. Lihat Rob Reich, Bridging Liberalism And Multiculturalism In American Education (Chicago: The University of Chicago Press, 2002), 34.

[16] Lihat juga Hasbullah, Otonomi Pendidikan (Jakarta: Rajawali Press, 2002), 47.

[17] Lihat juga Admin, Format Pendidikan Antikorupsi Di UNI/IAIN: Review Atas Kurikulum Dan Proses Pembelajaran, www.crsc.or.id, 1 Mei 2006.

sebagai finalis, tulisan ini pernah diikutkan dalam PKMU UNRAM 2007

Share with your friends

DONASI SEKARANG Donasi anda akan digunakan untuk kepentingan dakwah melalui PW PII NTB seperti mendanai kegiatan PII, perpanjang domain dan optimalisasi website. Jazakumullahu Khairan.

7 komentar:

  1. mungkin perlu dilakuakan pemantauan lebih mendalam lagi

    BalasHapus
  2. salam...

    kalau menurut saya, memang peradaban bangsa yang anjlok. kalau semua sudah mengetahui bahwa mengambil hak yang bukan milik kita adalah "...." tapi itu saja ndak cukup. makanya kalau memang bukan dari diri sendiri biar mau pake teori n metode apapun nggak bakalan bisa..

    BalasHapus
  3. beneran bingung abis...........

    BalasHapus
  4. ass. lagi rbut mbhs korupsi ya?petugas yang berwenang aja nggak ribut, ngapain rbut ya?!!!! yg jelas mereka semua korban dari sistem yang diterapkan dinegeri ini? (sistem kapitalis) ini penyakitnya mesti diributin?hha.........?!!!!!

    BalasHapus
  5. Lumayan meringankan tugas KPK :)

    emang syaria't islam ga bisa menangani korupsi ya?? kalo gitu betapa kerdilnya islam dan syaria't itu bung!!!!

    BalasHapus
  6. Saya sependapat sampai saat ini, saya masih setuju bahwa korupsi dan akal-akalan itu masih menjdadi budaya, maka KPK jangan hanya mengurusi yang besar nilainya, kalau besar yang menjadi korban ya orang besar tapi yang kecil-kecil ini juga perlu dicari karena korbannya orang kecil tapi Rupiahnya kan sama bagaimana caranya ini yang penting : Cari info dari bawah untuk cari sasaran tentunya PPK dan Direktur selevel Biro pasti oke tapi perlindungan harus dan rahasia tentu di jaga biasanya namanya bawahan kekhawatiran itu besar sekali terima kasih jika KPK tahu maksudnya yang jelas banyak penyimpangan, oke

    BalasHapus
  7. lah yang pasti kembali ke pribadi masing2. apa yang mereka dapat tidak penah disyukuri, selalu kurang dan sifat ingin cepat kaa dengan cara yang mudah membuat mereka melakukan korupsi.

    BalasHapus

STRUKTUR ORGANISASI

ARI SEPTIAWAN

Ketua Umum Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia Nusa Tenggara Barat Periode 2023-2025

GINA HAEROUMMAH

Ketua I Bidang Kaderisasi

AHMAD FAHREZI

Ketua II Bidang Pengembangan dan Pemberdyaan Organisasi

ARYA NAQSABANDI

Ketua III Bidang Komunikasi Ummat

ABIYYUZAKI SYUKRON

Sekretaris Umum

IKHSAN MAULANA

Bendahara Umum

UMMARROH ANSYARIAH

Ketua BO KOORWIL PII Wati

SAFIRA RAHMAH

Sekretaris dan Bendahara BO

BAIQ RIA HIDAYATI

Kadiv Kajian Isu Strategis dan Eksternal

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done