Makna Ramdhan: Perisai Umat Islam untuk Kemuliaan Kaum Muslim - PII NTB
News Update
Loading...

Kamis, 13 Mei 2021

Makna Ramdhan: Perisai Umat Islam untuk Kemuliaan Kaum Muslim

 


Tak terasa Ramadan sebentar lagi akan berakhir. Walaupun masih dalam keadaan pandemi tetapi sama sekali tak mengurangi semangat masyarakat untuk memeriahkan bulan yang suci ini. Seperti halnya masjid-masjid lebih ramai dari biasanya, banyak acara-acara seru yang diadakan oleh para milenial dalam rangka menyambut bulan Ramadan, masjid-masjid ramai dipenuhi orang yang beri’tikaf, jalanan dipenuhi orang-orang yang berjualan takjil, acara-acara di TV dipenuhi dengan acara yang berbau Islami dan lain sebagainya. Kaum muslimin pun begitu bersemangat menghidupkan rumah-rumahnya dengan Al-Qur’an, hingga suasana pun terasa begitu hangat.

Sayangnya suasana ini hanya ada ketika bulan Ramadan tiba, dan akan berakhir ketika bulan Ramadan pergi, dan sudahkah kita berfikir kenapa dari Ramadan yang satu ke Ramadan berikutnya tidak membuat masyarakat lebih dekat dengan syari’at? Malah menjadikan masyarakat semakin jauh dengan nilai-nilai Al-Qur’an, hingga akhirnya kian jauh dari keberkahan. Ketidaksinkronan antara tujuan dan kehidupan umat ini akan terus berlangsung hingga kepemimpinan itu kembali ketengah-tengah umat.

Di bidang sosial, masyarakat kian tidak jelas warnanya. Mayoritas keluarga muslim tak lagi bisa jadi benteng penjaga. Begitu pun dengan lembaga pendidikan dan sekolah, tak lagi mampu menjadi wasilah melahirkan generasi pemimpin yang berperadaban mulia.

Apa yang tampak dari masyarakat muslim kita, yang Ramadan demi Ramadan selalu disambut dengan sukacita? Ternyata, kerusakan moral terjadi di mana-mana, perzinahan sudah terang-terangan dilakukan, pembunuhan terjadi dimana-mana. Mayoritas generasi kehilangan adab dan ringkih dalam beragama. Ajaran Islam banyak yang mereka lupa, begitu pun dengan sejarahnya.

Mereka terjebak dalam sebuah life style yang serba liberal dan permisif.  Menempatkan agama sebagai aksesori semata. Sementara pemikiran “sepilis” (sekularisme, pluralisme, dan liberalisme) seolah menjadi agama.

Diakui atau tidak, itulah fakta sebenarnya. Umat memang sudah lama kehilangan jati dirinya sebagai umat yang tinggi dan mulia. Bahkan, umat sudah tak layak lagi menyandang gelar yang disematkan oleh Rabb mereka. Yakni sebagai Khairu Ummah yang diamanahi Allah sebagai penebar rahmat Islam sebagaimana generasi-generasi sebelumnya.

Penyematan Khairu Ummah itu seolah-olah berbanding terbalik dengan keadaan saat ini, yang dimana umat sangat terpuruk, pornografi bertebaran dimana-mana yang bisa merusak pemikiran generasi muda, kaum muslimin dijajah semakin kejam, Suriah, Uygur, Palestina Dalit, dan Rohingya masih terus dijajah. Dan kemarin juga pada hari Jum’at 7/05/2021 Polisi Israel bentrok dengan warga Palestina yang bermula dari Polisi Israel membubarkan warga Palestina yang tengah melaksanakan Ibadah Tarawih di Masjid Al Aqsa. Sumber Kompas.com

Lalu kita yang disini sebagai saudara se-Aqidah? Padahal Rasul Saw mengajarkan, di mana pun mereka, kaum muslim adalah satu tubuh yang mana jika tangan terluka mata menangis artinya kita sebagai kaum muslimin dimanapun berada wajib saling membela dan mencinta. Namun saat ini kita hanya bisa menangis, dan mengirimi mereka doa-doa, kita tidak bisa ikut andil dalam menjaga Al-Aqsa.

Lantas apa yang salah, hingga Ramadan yang satu ke Ramadan berikutnya tak lagi mampu memperbaiki keadaan umat seperti yang semestinya? Tidak bisa mempersatukan umat seperti dahulu kala? Apalagi mengantarkan umat kepada kemenangan hakiki tersebab diraihnya derajat takwa?

Lemahnya pemahaman masyarakat terhadap ajaran Islam kaffah ditengarai menjadi salah satu faktor penyebabnya. Islam selama ini hanya dipahami sebatas agama ritual saja. Wajar jika ajaran Islam tak mampu berpengaruh dalam perilaku keseharian, baik dalam konteks individu, keluarga, maupun dalam interaksi masyarakat dan kenegaraan.

Bahkan, ajaran Islam nyaris kehilangan power-nya. Tak mampu menjadi penuntun dan pembeda antara hak dan kebatilan. Hingga tak sedikit individu muslim yang mengalami disorientasi hidup, mudah menyerah pada keadaan bahkan terjerumus dalam kemaksiatan.

Sementara dalam konteks keluarga, tak sedikit yang mengalami disharmoni bahkan disfungsi akut akibat impitan ekonomi dan gempuran budaya yang mengacaukan pola relasi di antara anggotanya. Wajar jika keluarga pun tak bisa lagi diharapkan menjadi benteng perlindungan dan tempat kembali yang paling diidamkan.

Kondisi ini diperparah dengan penerapan sistem sekuler yang menolak peran agama dalam pengaturan kehidupan, di mana negara justru menjadi pilar penjaganya. Dalam sistem rusak ini, sulit sekali mempertahankan kesalehan dan kafah dalam ber-Islam.

Semua menjadi serba dilematis dan paradoks. Untuk menjadi saleh begitu susah. Bahkan orang saleh cenderung mudah terjebak dalam kesalahan. Kompromi antara Islam dan kekufuran bahkan menjadi hal yang diniscayakan. Masyarakat pun kehilangan fungsi kontrol akibat individualisme yang mengikis budaya amar makruf nahi mungkar.

Sekularisme dengan paham-paham turunannya yang batil seperti kapitalisme, liberalisme, dan materialisme memang meniscayakan kehidupan yang serba sempit dan jauh dari berkah.

Terbukti, hingga kini dunia terus dilanda krisis, mulai dari krisis politik, krisis ekonomi, krisis moral, krisis hukum, dan krisis identitas  yang menjauhkan umat dari predikat khairu ummah. Akhirnya umat Islam terus menjadi bulan-bulanan dan sapi perah negara-negara kapitalis penjajah.

Tentu saja kondisi ini tak boleh dibiarkan berlama-lama. Umat Islam harus segera bangkit dari keterpurukan dengan jalan kembali kepada Islam kafah dalam naungan Khilafah.

Keluarga muslim harus kembali berfungsi sebagai benteng umat. Agar lahir darinya generasi terbaik dan individu-individu yang bertakwa. Generasi yang memiliki visi hidup yang jelas sebagai hamba Allah khalifah fil ardh.

Momentum itu ada pada bulan Ramadan. Di mana individu, keluarga, dan masyarakat terkondisikan untuk dekat dengan Islam. Apalagi sumber tuntunan hidup muslim yaitu Al-Qur’an dan hadis Nabi sedang menjadi sumber bacaan yang diutamakan.

Begitu pun interaksi antar individu dalam keluarga dan masyarakat, sedang tersuasana untuk saling mendekat dan menguatkan. Termasuk media massa yang sedang masif menebar kebaikan.

Betapa ingin Ramadan hadir sepanjang masa. Agar individu tetap terpelihara dalam ketakwaan. Keluarga kukuh karena terfungsikan dengan benar. Masyarakat tetap terjaga sebagai mesin kontrol penguat ketakwaan. Negara pun menjadi penjaga umat dari celah kerusakan dan penjajahan.

Di sinilah urgensi dakwah membangun kesadaran, bahwa Islam bukan cuma agama ritual, tapi juga mengatur seluruh aspek kehidupan, baik dalam kehidupan individu, keluarga, masyarakat, maupun negara.

Sehingga, Al-Qur’an yang sepanjang Ramadan hanya dibaca dengan target dikhatamkan, juga dipahami dan difungsikan dengan benar. Yakni sebagai solusi terbaik untuk berbagai persoalan kehidupan dan sebagai aturan yang mutlak harus dijalankan di bawah kepemimpinan Islam.

Terlebih Rasulullah Saw. mengajarkan, bahwa ibadah saum dan imam kepemimpinan Islam sama-sama berfungsi sebagai junnah atau perisai. Saum sebagai perisai individu, sementara imam adalah perisai bagi umat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الصِّيَامُ جُنّةٌ مِنَ النَّارِ

Puasa adalah perisai yang dapat melindungi seorang hamba dari siksa neraka.” (HR Ahmad, sahih).

Dan beliau saw. juga bersabda,

إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ

Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya.” (HR Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll.)

Karenanya, marilah kita jadikan Ramadan kali ini sebagai momentum untuk mewujudkan dua junnah kehidupan tersebut. Yakni saum yang mengantarkan pada ketakwaan individu, yang akan membentengi setiap muslim dari perbuatan maksiat yang tidak di ridai Allah dan menjaganya dari api neraka.

Serta imam atau kepemimpinan Islam yang bisa mewujudkan ketakwaan masyarakat. Yang akan menjadi perisai pelindung bagi umat agar selalu ada dalam kemuliaan dan tercegah dari makar musuh yang tak menghendaki kebaikan ada pada mereka.

Dengan keduanya, kesakinahan dan kebahagiaan hidup pasti akan dirasakan. Tak hanya di dunia tapi juga di akhirat. Juga tak hanya oleh individu-individu muslim yang menjalankan, tetapi juga oleh umat secara keseluruhan di bawah naungan kepemimpinan Islam.

Penulis: Ummarroh Ansyariah

Share with your friends

DONASI SEKARANG Donasi anda akan digunakan untuk kepentingan dakwah melalui PW PII NTB seperti mendanai kegiatan PII, perpanjang domain dan optimalisasi website. Jazakumullahu Khairan.

STRUKTUR ORGANISASI

ARI SEPTIAWAN

Ketua Umum Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia Nusa Tenggara Barat Periode 2023-2025

GINA HAEROUMMAH

Ketua I Bidang Kaderisasi

AHMAD FAHREZI

Ketua II Bidang Pengembangan dan Pemberdyaan Organisasi

ARYA NAQSABANDI

Ketua III Bidang Komunikasi Ummat

ABIYYUZAKI SYUKRON

Sekretaris Umum

IKHSAN MAULANA

Bendahara Umum

UMMARROH ANSYARIAH

Ketua BO KOORWIL PII Wati

SAFIRA RAHMAH

Sekretaris dan Bendahara BO

BAIQ RIA HIDAYATI

Kadiv Kajian Isu Strategis dan Eksternal

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done