PII NTB: pendidikan
News Update
Loading...
Tampilkan postingan dengan label pendidikan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pendidikan. Tampilkan semua postingan

Rabu, 01 Juli 2020

POST MORTEM PURITAS KADER


Seperti dalam sejarah mengkristalnya sistem kaderisasi PII, ta’dib turut serta mengawal proses kaderisasi. Sejak masa perintisan (1952-1958) hingga masa rekonstruksi (1991-1996) dan dengan dilakasanakannya Lokakarya Instruktur Nasional (LIN) tahun 1998, berdasarkan amanah Muknas ke 21 pada pengurus besar pada masa tersebut, maka dihasilkanlah konsep final ta’dib PII sebagai sistem kaderisasi yang baru.

Sejarah ta’dib PII memang bukan sejarah singkat, terlalu banyak tokoh-tokoh yang berada di belakang sejarah tersebut. Hingga kini, bagi PII ta’dib menjadi kitab kedua setelah quran dan hadits dalam menjalankan kerja dakwahnya. Menjadi kitab tentu karena ta’dib, buku induk kaderisasi, berdasarkan Anggaran Dasar PII baba VI Sistem Kaderisasi pasal 9 poin pertama ini merupakan ejawantahan quran dan hadits pula.

Ejawantahan tersebut memang menjadi konsepsi dasar ta’dib itu sendiri, bagaimana cara melihat proses kaderisasi untuk memperjuangkan Islam oleh PII. Bukan sebuah mimpi muluk memang ketika “Kesempurnaan pendidikan yang sesuai dengan islam bagi seluruh bangsa Indonesia dan ummat manusia” ingin direalisasikan. Tujuan tersebut merupakan keyakinan PII akan terbentuknya masyarakat berperadaban yang dibentuk melalui pendidikan dan tentunya PII harus bersikap realistis, berperan sesuai dengan fitrahnya sebagai organisasi kader (kaderisasi sebagai aktivitas ta’dib).

Anggota memang bukan hasil akhir. Pada tataran praktis memang kaderisasi untuk menghadirkan anggota baru yang akan berpartisipasi aktif dalam kegiatan PII, seperti dalam Anggaran Rumah Tangga Bab I Keanggotaan pasal 1, anggota PII merupakan pelajar yang aktif mengikuti kegiatan yang dibina oleh PII dan atau telah mengikuti proses kaderisasi PII. Inilah kenapa penulis menggunakan kata “menghadirkan” bukan “mencetak” anggota. menurut hemat penulis, kata menghadirkan lebih bersifat keikhlasan untuk turut serta dan tanpa pemaksaan, ini pula yang menjadi cikal bakal akan lahirnya kemurnian kader PII.

Pada tahapan hakekat, kata kader yang sepatutnya digunakan. Ini tentu karena kader merupakan seseorang yang dipersiapkan untuk mengemban tugas masa dengan dengan kemampuan, kualitas dan kualifikasi tertentu. Kader menjadi kekuatan inti organisasi dan ummat Islam untuk menjadi pelopor, penggerak dan penjaga misi perjuangan guna mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin. Idealitas kader merupakan konseptualisasi dan kristalisasi dari pemahaman tentang konsep manusia dan tujuan hidupnya. Idealitas tersebut akan menjadi titik pencapaian proses pendidikan yang ditempuh melalui proses pelaksanaan ta’dib.

Bukan sekedar keanggotaan yang harus dicapai, tapi sosok kader ideal pun menjadi profil paripurna atas konstruksi dan kinerja yang harus dimiliki oleh seseorang yang menempuh proses ta’dib secara menyeluruh memang untuk menegasikan kemapanan proses kaderisasi tersebut. Bila merasa cukup hanya dengan batra, tidak diikuti dengan intra atau advantra artinya anggota tersebut telah memutus kesempurnaan ta’dib yang seharusnya dilakukannya. Artinya ada kemapanan, yang dipikir cukup oleh anggota tersebut dalam menjalankan proses kaderisasi. Tentu hal ini menjadi bukti telah matinya (mortem) kemurnian anggota.

Banyak hal yang menjadi terjadinya hal tersebut. Ini tidak terlepas dari perekrutan pra dan pasca training yang dilakukan. Ada lingkaran yang terputus dalam merealisasikan ta’dib. Perekrutan dari anggota tunas, follow up setelah dan sebelum training sering diabaikan. Kursus dan taklim menjadi bagian kegiatan ta’dib yang tak pernah terjadi dan sepi dari perbincangan.

Tetesan keringat dan darah para penyusun ta’dib telah disia-siakan. Artinya ada orientasi ta’dib telah dinihilkan. Dikemanakan orientasi iman dan takwa serta orientasi keummatan selama ini? ini memang menjadi hal yang tidak menarik diperbincangkan saat ini. Menghayati orientasi ta’dib, benar juga apa yang ditulis Quraish Shihab dalam Membumikan al Quran-nya, “Perubahan dalam terlaksana akibat pemahaman dan penghayatan nilai-nilai al quran….”

Tentu bukan hanya cita-cita Quraish, PII pun mendambakan “Perubahan yang terjadi pada seseorang harus diwujudkan dalam suatu landasan yang kokoh serta berkaitan erat dengannya, sehingga perubahan yang terjadi pada dirinya itu menciptakan arus, gelombang, atau paling tidak sedikit riak yang menyentuh orang-orang lain,” tutur Quraish. semoga dengan kepemimpinan PII nasional yang telah terpilih kini mampu membangun kemurnian kader yang lama tertidur.

_______________
Diterbitkan 5 Agustus 2008 - diterbitkan ulang 1 Juli 2020 - Semoga bermanfaat

Apa sih Group Dynamic Itu?


Dalam proses pelaksanaan training sering kita dengar group dynamic. pendekatan training ini dianggap paripurna karena tidak hanya pendekatan nilai-nilai trasenden atau pengajaran (andragogi) an sih, tapi bagaimana memadukan dua pendekatan tersebut menjadi lebih sempurna.

Andragogi, Pendidikan Untuk Pendewasaan



Pada awalnya, pengetahuan tentang pendidikan (belajar) banyak diambil dari studi-studi yang dilakukan terhadap anak-anak dan hewan dalam belajar. Dari sini lahirlah istilah “paedagogi” yang berasal dari kata dalam bahasa Yunani “paid” yang berarti anak-anak, dan “agogos” yang berarti memimpin. Dengan demikian, paedagogi secara khusus diartikan sebagai seni mengajar anak-anak. Namun pada perkembangannya, istilah paedagogi sering diartikan sebagai ilmu dan seni mengajar/mendidik secara umum.

Sedangkan subyek pendidikan yang dihadapi sekarang adalah orang dewasa yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak dalam belajar. Metode belajar yang diterapkan pada orang dewasa hendaknya membantu mereka untuk belajar. Pendekatan ini kemudian disebut dengan “andragogi” yang berasal dari kata “andra” yang berarti orang dewasa. Istilah tersebut pertama kali dicetuskan oleh Alexander Kapp pada tahun 1883 untuk menjelaskan teori pendidikan dari Plato. 

Untuk dapat lebih memperjelas pemahaman mengenai andragogi, dapat dilihat pada perbedaan mendasar antara asumsi yang dibangun dalam andragogi dengan yang  dibangun dalam paedagogi, berikut ini:

A.  Konsep Diri

Konsep diri seorang anak-anak adalah bahwa dirinya tergantung pada orang lain. Namun pada saat ia menjadi dewasa, ia menjadi semakin sadar dan merasa bahwa ia dapat membuat keputusan untuk dirinya sendiri. Di samping itu, orang dewasa biasanya telah memiliki rasa tanggung jawab, baik terhadap dirinya mereka sendiri maupun terhadap orang lain. Perubahan konsep diri ini berimplikasi pada hubungan antara pendidik dengan peserta didik. Pada andragogi, hubungan tersebut lebih bersifat saling membantu. Sementara pada paedagogi, hubungan tersebut lebih didominasi (ditentukan) oleh pendidik dan bersifat mengatur peserta didik.

B.  Pengalaman

Dari sisi pengalaman, orang dewasa lebih banyak mempunyai pengalaman daripada anak-anak. Oleh karena itu, dalam andragogi, pengalaman dinilai sebagai sumber belajar yang cukup kaya. Untuk dapat mendayagunakan pengalaman sebagai bahan belajar maka dalam proses pembelajaran digunakan teknik komunikasi dua arah, seperti: diskusi, permainan, simulasi, dan lain-lain. Sementara dalam paedagogi cenderung pada komunikasi searah, semacam: ceramah, kuliah, indoktrinasi, menguasai bacaan, dan sebagainya. Hal ini tidak lepas dari karakter anak-anak yang masih sedikit pengalaman sehingga perlu ‘diisi’ pengalaman baru oleh pendidik dengan cara di atas.

C.  Arah Belajar

Pendidikan sering dipandang sebagai upaya mempersiapkan peserta didik untuk masa depan. Pada andragogi, belajar lebih dipandang sebagai pemecahan masalah daripada pemberian pelajaran. Orientasinya adalah penemuan situasi yang lebih baik ataupun pengembangan terhadap kenyataan saat ini. Jadi, belajar dalam andragogi adalah memecahkan persoalan ‘hari ini’. Sedangkan dalam pada paedagogi, belajar lebih merupakan penyimpulan informasi yang dipelajari sekarang namun digunakan pada suatu hari kelak (bersifat jangka panjang). Itulah sebabnya ketika masih anak-anak, kita tidak pernah tahu untuk apa kita harus belajar matematika, bahasa, sejarah, agama, dan lain-lain. Kita baru merasakan manfaatnya setelah kita dewasa.

D.  Kesiapan Untuk Belajar

Perbedaan mendasar yang lain adalah dalam proses pemilihan isi/materi pelajaran. Dalam andragogi, peserta didik yang memutuskan apakah yang hendak dipelajari sesuai dengan kebutuhannya. Dengan demikian, tugas pendidik dalam andragogi adalah sebagai fasilitator, yaitu: mengidentifikasi kebutuhan peserta didik, serta membentuk program dan kelompok belajar sesuai minat peserta didik. Sedangkan dalam paedagogi, pendidik yang memutuskan isi pelajaran dan bertanggung jawab terhadap proses pemilihan isi pelajaran serta waktu kapan diajarkan.


Dalam perkembangannya, muncul berbagai kritik mengenai andragogi sebagai sebuah teori belajar. Kritikan yang muncul sering bermuara pada keraguan  apakah andragogi hanya untuk orang dewasa, ataukah untuk manusia secara umum. Hal ini bermula dari ketidaktegasan Knowles[1], selaku tokoh utama dalam gagasan andragogi, dalam mendefinisikan peserta didik. Ketidaktegasan tersebut disebabkan oleh keyakinannya bahwa andragogi lebih dari sekedar membantu orang dewasa belajar, tetapi andragogi juga dapat membantu bagaimana manusia belajar. Oleh karena itu, dia beranggapan bahwa andragogi memiliki implikasi yang baik dalam pendidikan anak-anak, remaja, maupun orang dewasa. Dalam hal ini, Pratt[2] menyatakan bahwa andragogi bukanlah merupakan teori pendidikan. Andragogi lebih bersifat preskriptif, yang mencoba merinci peranan peserta didik dan karakteristik pengajaran yang diharapkan. Dia juga menyampaikan bahayanya melibatkan pemikiran yang bersandar pada filsafat ke dalam bangunan teori yang menuntut adanya pengujian secara empirik. Munculnya kritik-kritik tersebut pada akhirnya mengarahkan para pemikir masalah pendidikan untuk tidak mempertentangkan antara andragogi dengan paedagogi. Sebagian ahli mencoba menggolongkannya sebagai teori belajar non-partisipatif dan teori belajar partisipatif (term ini nampaknya dipakai dalam Ta`dib- penulis). Ada juga yang mencoba mengklasifikasikan masalah tersebut dengan pendidikan yang berpusat pada isi (materi belajar) dan pendidikan yang berpusat pada peserta.Terlepas dari perdebatan di atas, asumsi-asumsi yang dibangun dalam andragogi akan banyak membantu kita memahami bagaimana suatu proses perubahan dikelola dalam suatu pelatihan dan pendidikan formal.

Oleh: Rusydi Hikamawan (PW PII NTB 2007-2009)



[1] ibid, hal 210

[2] DD. Pratt dalam ibid

Malcolm Knowles dikutip dalam M. Soedomo, Pendidikan Luar Sekolah Ke Arah Pengembangan Sistem Belajar Masyarakat, Direktorat Jemderal Pendidikan Tinggi-Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Jakarta, 1989, hal 208-210

Senin, 29 Juni 2020

Kaki Zionis di Kepala Yahudi


Sifat lainnya dari Zionisme adalah kepercayaannya kepada tema-tema propaganda palsu, mungkin yang paling penting adalah semboyan "sebuah tanah tanpa manusia untuk seorang manusia tanpa tanah." Dengan kata lain, Palestina, "tanah tanpa manusia" harus diberikan kepada orang-orang Yahudi, "manusia tanpa tanah."

Kamis, 25 Juni 2020

Silaturahim Yang Terlupakan - Refleksi Perjuangan


PII sebagai organisasi non-profit dan tidak beraviliasi dengan oknum pragmatis manapun, tentu memerlukan dana segar untuk keberlangsungan dakwahnya. Lalu dari manakah dana itu? teringat komentar kanda Burhan said, 'tidak pernah ada ceritanya, usaha yang dijalanin pengurus dapat berjalan lancar selama masih dalam kepengurusan, biasanya usaha tersebut mandek’. Komentar tersebut tentu ada alasannya. Kanda Burhan Said yang merupakan wirausahawan yang sekarang mencoba membangun ekonomi umat dengan metode network muslimnya telah banyak melihat realita pengurus PII di NTB yang jatuh bangun dengan usaha mandirinya, selain dari pengalaman beliau sendiri yang menjadi PW PII Irian Jaya selama 9 tahun. Memang sudah banyak usaha mandiri yang coba dijalankan oleh pengurus, seperti misalnya toko busana muslim, sabun sirih, kaligrafi, dompet pulsa, dan loper Koran, tidak banyak dana segar yang diperoleh dari usaha-usaha tersebut karena lebih banyak sifatnya tidak berkesinambungan dan dilakukan pada sisa-sisa waktu pengurus yang limit. Meskipun demikian, dana yang sedikit itu, cukup melonggarkan kas bendahara yang kadang-kadang minus.

Rapat setiap hari,mungkin itulah pelabelan anak-anak PII di mata orang tua maupun dari sesama aktivis dari gerakan lain. Memang apa yang dilakukan anak PII sampai harus rapat setiap hari? “Paling hanya training. Training dan training. Kapan sih anak-anak PII mikirin masalah umat” itu mungkin salah satu komentar dari orang luar yang melihat aktivitas PII secara sekilas. Tapi dibalik esensi rapat setiap hari dan training itu, menyebabkan kekeluargaan di kalangan PII sangat tinggi. Apalagi dengan adanya ‘Pengurus mengurusi Pengurus’, kedekatan itu semakin terasa. 

Itulah yang kadang-kadang menjadi moment yang tak terlupakan dari generasi-generasi PII, terutama PII NTB yang sekarang memasuki angkatan ke-21. Angkatan 0911 (tahun 2009-2011). Waktu terus berjalan, kelak moment ini akan dibagikan ke generasi berikutnya (amin). Tapi kadang kala, moment atau catatan sejarah itu terputus karena orang-orang dalam sejarah itu hilang atau tidak pernah didatangi untuk mencari bukti sejarah, padahal orang-orang tersebut (Keluarga Besar muda maupun tua) tentu memiliki banyak cerita, dan yang lebih penting adalah mereka masih memiliki semangat atau spirit perjuangan “tandang ke gelanggang walau seorang” yang mungkin sekarang belum sepenuhnya dijiwai oleh pengurus.

Belakangan ini, terjadi fenomena kelurga besar (KB) dikunjungi ketika akan berpamitan untuk melakukan perjalanan atau kegiatan, sekedar memperoleh uang jajan selama mengikuti atau mengadakan training. KB yang tidak sempat didatangi mengeluh, ‘kenapa saya tidak pernah didatangi, apakah adek-adek itu sudah melupakan saya’. Sedangkan KB yang sering didatangi nerkata ‘adek-adek ini datang kalau ada kegiatan saja’. Tapi, terlepas dari semua itu, PII merupakan suatu ‘keluarga’, tidak apalah diomelin, yang jelas kita tahu, para KB itu tetap sayang dengan PII, sehingga temen-teman PII jika ke KB lebih sering dengan wajah innocent.

Sebenarnya spirit dan cerita perjuangan para KB (apalagi pada ‘masa-masa susah’) dan omelan mereka jauh lebih berharga dari sekedar uang jajan atau uang permen yang diberikan, karena yang mereka cerikan adalah pelajaran hidup yang tidak akan didapatkan di bangku sekolah atau kuliah. Ada lebih dari 100 nama yang ada dalam list nama-nama KB di NTB, tapi 80% jejaknya tidak diketahui, sekarang akan digalakkan kembali untuk melakukan silaturahim dengan KB2 tersebut, sehingga ‘Keluarga Besar’ ini dapat berkumpul lagi dalam satu barisan menjadi salah satu mata rantai perjuangan umat.

______
Repost: Ditullis pada tanggal 21 Juli 2010 - PW PII NTB 2009-2011

PII oh PII - Puisi



PII oh PII...
PII-ku kini mati suri
Orang tuanya telah lama ditembak mati
Abang- abangnya telah lama pergi
Saudari- saudarinya entah kemana pergi menutup diri

PII oh PII...
PII-ku kini tak sanggup berdiri
Tongkat rapuhnya tak kuat menopang lagi
Tubuhnya kurus, sakit menggerogoti
Hanya sedikit senyum di antara tulang pipi

PII oh PII..
Pesan sang Jendral dulu membuatmu berapi-api

Kau lepas pena, tak peduli usia, kau ganyang PKI

Berjuang siang malam tak peduli gertakan ABRI

Saat itu gerakmu merayap sambil sembunyi-sembunyi

Sekarang... kapankah kau kan bangkit lagi?

Kembali... lantangkan suara dan kembali berlari

Seperti munculnya mentari di pagi hari

Membawa kesejukan di tiap bilik hati yang telah lama mati

Kembali... mengejar Ridho Illahi -'


Ditulis tanggal 03-10-2010 Oleh: Yunda Siti Ala

Rabu, 24 Juni 2020

Karakter Para Ilmuan Muslim


Sahabat imsa sekalian, pernah dengar istilah pendidikan karakter? Kalau sahabat imsa sekalian belum pernah dengar maka harus segera dicari tahu, karena ternyata Negara kita ini sedang mencoba membangun system pendidikan yang berbasis pada pendidikan karakter. Jadi jangan sampai sahabat imsa sekalian ketinggalan untuk mengetahui apa itu pendidikan karakter.

Untuk sedikit mengobati bagi yang penasaran, intinya pendidikan karakter itu adalah usaha untuk membangun pribadi-pribadi yang berkarakter melalui system pendidikan. Adapun yang dimaksud dengan karakter itu adalah sesuatu yang mempuunyai kualitas positif, seperti peduli, adil, jujur, hormat dan bertanggung jawab. Kualitas-kualitas itu dapat disebut dengan karakter yang mencerminkan kualitas positif yang dilakukan manusia itu sendiri.

Tema pendidikan karakter yang dirancang saat ini adalah “pendidikan karakter sebagai pilar kebangkitan bangsa”. Nah, tepat sekali sahabat imsa sekalian bahwa tanggal 20 mei nanti itu akan diperingati sebagai hari kebangkitan nasional. Tentu saja apabila kita ingin bangkit kembali maka yang harus diperbaiki terlebih dahulu adalah pembangunan kembali moral bangsa ini yang sudah mulai roboh melalui pendidikan moral dan karakter bangsa ini.

Kita, kaum muslimin pernah memiliki sejarah yang sangat gemilang dalam perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan. Sejarah yang diakui oleh seluruh ummat manusia sebagai peradaban tertinggi yang pernah tercapai. Misalnya saja kaum muslimin telah mampu menggunakan minyak, lilin dan aspal yang membuat negeri Baghdad menjadi terang benderang saat orang-orang di Eropa masih berada dalam kegelapan.

Peradaban yang pernah tercapai oleh kaum muslimin ini bukanlah usaha yang terjadi begitu saja, ini adalah usaha yang dibangun dari generasi ke generasi yang dibangun berdasarkan etika-etika di dalam Islam dan keyakinan akan kekuasaaan Allah yang telah menjadikan kaum muslimin sebagai ummat terbaik (Khairu ummah).

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah…” (QS Ali Imran:110).

Keimanan pada Allah dan karakter yang menyuruh pada yang ma’ruf dan mencegah yang munkar inilah yang kemudian menjadi bagian dari penyebab majunya ilmu pengetahuan dan teknologi dalam Islam. Ilmu pengetahuan ini pun digunakan untuk kepentingan hajat hidup orang banyak, dibangun dari generasi ke generasi di mana orang-orang hidup dengan tenang dan tentram. Sehingga perkembangan ilmu dan teknologi pun menjadi sangat mungkin.

Para ilmuan-ilmuan islam dan pemimpin-pemimpin kaum muslimin bukanlah orang yang menggunakal ilmu pengetahuannya secara sembarangan dan seenaknya saja, sebab sikap seperti ini adalah sikap para dictator dan para penjajah. Seperti yang dilakukan oleh Negara-negera penjajah yang ada sekarang. Karena para ulama kita tak sudi untuk meniru dan tertarik dengan jalannya orang-orang kafir, sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah dalam al-quran.

“Janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri.” (QS Ali Imran:196)

Kaum muslimin di masa itu tidaklah tertipu dengan kebebasan yang ada pada orang-orang kafir, mereka memilih untuk mengedepankan hak-hak Allah. Dibandingkan dengan saat ini banyak kaum muslimin lebih memilih untuk mengikuti gaya-gaya yang dipelopori oleh orang-orang kafir. Sehingga tak jarang jika di sekolah kita masih melihat siswi-siswi yang tak menutup auratnya bahkan dengan sengaja memamerkannya dan itu tidak dipermasalahkan, kalau sudah seperti ini apa gunanya lagi pendidikan karakter?? Karakter seperti apa yang ingin kita bangun??

Membangun Rumah Untuk Peradaban


Melihat dinamika organisasi belakangan ini, orang yang berfikir pun mulai mengutarakan pertanyaan. Pertanyaan yang timbul mengenai PII Wati misalnya apakah eksistensi PII Wati sekarang masih dibutuhkan, untuk apa PII Wati itu masih dipertahankan dalam bentuk yang otonom, kenapa tidak disatukan saja dengan badan induk, mengapa kader PII Wati sedikit, dan sebagainya. Berikut ini merupakan hasil diskusi untuk mengkaji pertanyaan-pertanyaan diatas.

Secara tidak langsung, kegiatan–kegiatan di PII Wati serupa dengan kegiatan-kegiatan di BI, lagipula ketika dibentuk pertama kali tujuan dari PII Wati adalah mengisi kekosongan kader PII wan yang banyak di bui (ini pun masih harus dikaji kembali). Lalu ada pula yang mengatakan pemisahan seperti ini merupakan pengaruh dari faham feminisme.

Sekarang ini PII Wati tidak memiliki kegiatan yang populis seperti misalnya brigade dengan kegiatan intelegennya dan BI dengan kaderisasinya yang merupakan jantung dari kegiatan PII. Untuk PII Wati sendiri kegiatan kursus menyulam, memasak, atau menjahit sudah bukan lagi kegiatan yang populis. Salah satu masalah di PII Wati adalah belum bisa mengemas kursus menjadi sesuatu yang populis. Mungkin ini salah satu kekurangan kader PII wati yang ada di kepengurusan yang belum bisa menyaingi akselerasi zaman yang menuntut perempuan menjadi semakin praktis. Selain itu masalah utama yang ada di pii adalah masalah eksistensi dan juga misi. Masih banyak kader PII di daerah atau wilayah atau bahkan PB yang tidak paham eksistensi PII Wati dan mengapa PII Wati itu harus ada.

PII sebagai organisasi yang sangat peduli dengan pendidikan, paham betul bahwa fungsi pendidikan yang sebenarnya itu ada di keluarga. Pendidikan tidak bisa hanya diserahkan pada sekolah karena sekolah pun memiliki banyak kekurangan.

Sekarang ini sedang terjadi reduksi fungsi keluarga. Keluarga diserang dari segala arah dengan berbagai macam paham. Dalam kondisi ini peran perempuan dalam keluarga sangat penting. Jika dalam suatu keluarga istri tidak benar, bisa menyebabkan suami dan anaknya menjadi tidak benar. Jika sang anak kelak membangun keluarga, keluarga berikutnya pun menjadi tidak benar juga. Sehingga terbentuklah masyarakat atau peradaban yang tidak benar. Dari segi ini saja kita bisa menyimpulkan bahwa jika perempuan tidak benar, bisa menghancurkan masyarakat. Maka untuk membentuk peradaban yang benar, perempuan harus benar terlebih dahulu.

Ada yang mengatakan laki-laki pun bisa mendidik. Padahal fungsi pendidik itu lebih utama di perempuan. Jika memang lelaki juga bisa mendidik dengan kelembutan seperti perempuan, Allah yang Maha Besar tidak perlu menciptakan perempuan. Karena Allah pun bisa jika ingin mennciptakan laki-laki yang dilengkapi dengan rahim untuk melahirkan dan kemudian membesarkan.
PII Wati berusaha membina dan menyiapkan pelajar putri untuk siap menjadi seoarang muslimah pemimpin. Kita ingin membentuk kader muslimah yang cerdas, sehingga dia tahu apa yang terbaik buat keluarganya. Tapi sekarang kecerdasan hanya dinilai dari kepintaran atau jenjang sekolah yang ditempuh, dan ini berimplikasi pada semakin banyaknya wanita karir yang lebih mengutamakan karir daripada keluarga. Padahal kan arti cerdas itu sendiri berkaitan dengan mengetahui sesuatu yang benar. Contohnya saja pada zaman rasulullah, Abu Jahal sebelumnya memiliki panggilan Abu Al Hakam atau bapak kebijakan, karena paling pintar. Tapi Al Quran mengatakan panggilah ia dengan Abu Jahal atau bapak kebodohan karena kebodohannya yang tidak mau menerima kebenaran. Jika si Ibu cerdas, dia tahu bagaimana membesarkan anak. Si perempuan juga harus paham untuk apa dia menikah dan apa yang bisa dia lakukan bagi Islam. Tapi tidak ada sekolah yang membahas itu dalam kurikulumnya. Nah PII sebagai organisasi pembinaan, ketika sekolah formal tidak bisa diharapkan, disitulah PII harusnya tampil. Dalam kursus-kursus PII Wati kita ingin memasukkan konsep-konsep itu.

Selain itu mungkin konsep kursus untuk PII Wati harus diluruskan, karena kursus sebenarnya merupakan tambahan skill, dan ini tidak lagi berada dalam ranah skill atau keterampilan, tetapi ideologi, idealisme yang harusnya dimiliki setiap perempuan. Kita ingin memiliki ideologi sebagai seorang perempuan, kita ingin membangun rumah untuk peradaban. Ini merupakan misi PII Wati sehingga diharapkan setiap kader menginternalisasi ide ini dan menyampaikan kepada muslimah yang lain.

Memang masih banyak yang harus dibenah, masih banyak pertanyaan yang belum terjawab. Tetapi harapan selalu ada. Rumah untuk peradaban.

~ Yunda Siti Ala - 14-11-2011

Featured

[Featured][recentbylabel2]

Featured

[Featured][recentbylabel2]

STRUKTUR ORGANISASI

ARI SEPTIAWAN

Ketua Umum Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia Nusa Tenggara Barat Periode 2023-2025

GINA HAEROUMMAH

Ketua I Bidang Kaderisasi

AHMAD FAHREZI

Ketua II Bidang Pengembangan dan Pemberdyaan Organisasi

ARYA NAQSABANDI

Ketua III Bidang Komunikasi Ummat

ABIYYUZAKI SYUKRON

Sekretaris Umum

IKHSAN MAULANA

Bendahara Umum

UMMARROH ANSYARIAH

Ketua BO KOORWIL PII Wati

SAFIRA RAHMAH

Sekretaris dan Bendahara BO

BAIQ RIA HIDAYATI

Kadiv Kajian Isu Strategis dan Eksternal

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done